Pemerintah Tingkatkan APBN Program Perlinsos Demi Bantu Turunkan Angka Kemiskinan Ekstrem
APBN berfungsi sebagai instrumen utama kebijakan fiskal yang memiliki peran penting dalam mendorong penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Penurunan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia tengah menjadi fokus utama yang dilakukan pemerintah dengan sangat serius. Berbagai program telah dilakukan untuk membantu proses menurunnya angka kemiskinan tersebut.
Di antaranya melalui program perlindungan sosial dan pemberdayaan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, sejauh ini program penurunan angka kemiskinan ekstrem tersebut memiliki tahapan waktu hingga tahun 2024. Adapun tahapan waktu maksimal s.d tahun 2024 adalah sebagai berikut.
1. TA 2021 kemiskinan ekstrem sebesar 2,14 persen dengan prioritas intervensi pada 35 kabupaten/kota dalam 7 provinsi
2. TA 2022 kemiskinan ekstrem menjadi sebesar 2,04 persen dengan prioritas perluasan intervensi pada 212 kabupaten/kota
3. TA 2023 kemiskinan ekstrem menjadi sebesar 1-2 persen dengan prioritas perluasan intervensi pada 514 kabupaten/kota.
4. TA 2024 kemiskinan ekstrem menjadi sebesar 0 atau lebih rendah dari 1 persen.
Untuk mewujudkan tahapan tersebut, salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah dengan alokasi APBN. APBN berfungsi sebagai instrumen utama kebijakan fiskal yang memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mendorong penurunan tingkat kemiskinan.
Selain itu, APBN juga memiliki fungsi distribusi yang terdiri dari serangkaian kebijakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui distribusi yang adil terhadap kelompok miskin dan rentan. Pada akhirnya, kebijakan tersebut diimplementasikan melalui program perlindungan sosial (Perlinsos).
Baca juga: Berperan Sebagai Shock Absorber, Ini Peran APBN dalam Pengendalian Inflasi di Indonesia
Sebagai informasi, perlindungan sosial (Perlinsos) merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah untuk merespon berbagai risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat. Mulai dari yang diakibatkan oleh risiko siklus hidup, keadaan disabilitas, bencana, dan guncangan sosial ekonomi, terutama untuk warga negara yang miskin dan rentan.
Kebijakan tersebut juga tercermin dalam UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Di mana kelompok miskin berhak untuk mendapatkan perlindungan sosial serta pelayanan sosial melalui jaminan sosial dan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan.
Bahkan, dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, disebutkan pula perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial yang dilaksanakan melalui bantuan sosial (bansos), advokasi sosial, dan bantuan hukum.
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Putut Hari Satyaka mengatakan, program perlindungan sosial (Perlinsos) yang diberikan pemerintah dapat membantu dalam menanggulangi kemiskinan.
“Terlebih pada masa pandemi Covid-19 lalu, berbagai bansos yang dianggarkan dalam APBN sangat berperan penting dalam menahan dampak lebih dalam terhadap penurunan kesejahteraan masyarakat yang terdampak,” ungkap Putut.
Lanjut Putut, Studi Bank Dunia (IEP, 2021) mengungkapkan bahwa pandemi berpotensi meningkatkan kemiskinan menjadi sebesar 11,8 persen tanpa adanya tambahan program Perlinsos di 2020. Namun, tingkat kemiskinan per September 2020 mampu ditahan pada level 10,19 persen.
Baca juga: Sri Mulyani: APBN Agustus 2023 Surplus Rp 147,3 Triliun