Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Gappri Minta Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan Tarif CHT di 2024: Industri Hasil Tembakau Lagi Injury

GAPPRI menilai alasan Pmerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan alasan menurunkan stunting sungguh tidak beralasan.

Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Gappri Minta Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan Tarif CHT di 2024: Industri Hasil Tembakau Lagi Injury
SURYA/PURWANTO
Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok Gajah Baru, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (5/2/2023). GAPPRI menilai alasan Pmerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan alasan menurunkan stunting sungguh tidak beralasan. HARIAN SURYA/PURWANTO 

“Dukungan pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah juga memiliki peran besar dalam penurunan stunting, dimana belanja kesehatan melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan peningkatan anggaran kesehatan melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) berdampak signifikan terhadap penurunan angka stunting di Indonesia,” ujar prof. Candra Fajri Ananda.

Salah satu rekomendasi PPKE FEB UB dalam kajian itu adalah diperlukan penguatan kolaborasi lintas stakeholders melalui program dan kegiatan serta pembiayaan dalam penanganan PTM dan stunting. Penguatan pembiayaan kesehatan juga perlu perbaikan dari sisi penggunaan DBHCHT di tingkat Kabupaten/kota untuk dalam rangka akselerasi penurunan PTM dan stunting.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengajak semua pihak mencari resultan dari beberapa kepentingan untuk mencari solusi bersama. Pada titik inilah dibutuhkan kolaborasi yang pada prinsipnya adalah gotong royong.

“Kita berjalan bersama-sama. Seperti Pancasila itu ada 5 sila, kalau diperas ada persatuan, kalau diperas lagi itu gotong royong. Sekali lagi, kami tidak ingin menang sendiri. Mari kita gotong royong untuk mensukseskan program pemerintah,” ujarnya.

Guru besar dan direktur rumah sakit UB, Prof. Dr. dr. Sri Andarini berpandangan, proses terjadinya stunting itu tidak sesaat, terdapat direct dan indirect determinants. Menurut Sri Andarini, direct determinants itu ada household dan faktor keluarga, menyusui, infeksi dan lainnya. Kemudian, indirect determinants itu ada politik ekonomi, pendidikan, kultur sosial, lingkungan dan masih banyak lainnya.

“Stunting dan non communicable diasease (NCD) perlu terus dikawal karena prevalensi di Indonesia masih sangat tinggi. Penanganan stunting dan NCD perlu secara holistik komprehensif, berkesinambungan, fokus pada pasien, orientasi keluarga, prinsip koordinasi dan kolaborasi, utamakan pencegahan dan mempertimbangkan lingkungan tempat tinggal dan kerja,” kata Sri Andarini.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas