Pembangunan Tol Cimanggis-Cibitung Bikin Rumah Warga Retak, Juga Keluhkan Infeksi Pernapasan
Aktivitas pembangunan ruas Tol Cimanggis-Cibitung oleh PT Cimanggis Cibitung Tollways dan PT Waskita Karya dikeluhkan warga.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivitas pembangunan ruas Tol Cimanggis-Cibitung oleh PT Cimanggis Cibitung Tollways dan PT Waskita Karya dikeluhkan warga membuat dinding rumah mereka retak-retak.
Warga juga mengeluhkan sesak napas dan infeksi saluran napas atau ISPA karena terus menghirup debu proyek infrastruktur tersebut.
Mediasi dilakukan setelah warga mengajukan protes akibat berbagai permasalahan yang terjadi saat pembangunan jalan tol tersebut.
Keluhan ini disampaikan sejumlah warga Desa Cijengkol, Kecamatan Setu dan Grand Residence City Bekasi yang wilayahnya terdampak proyek jalan tol tersebut.
Mereka sudh melakukan mediasi dengan pengelola dan pelaksana proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung.
Ketua RW 014 Desa Cijengkol, Abib Endang Trisnawan berkisah, beberapa warga mengeluhkan rumahnya menjadi retak-retak sebagai dampak dari proyek pembangunan jalan tol Cimaci.
Bahkan, kata dia, beberapa warga mendadak mengalami sesak nafas (Inpeksi Saluran Pernapasan/ISPA) lantaran menghirup debu akibat pengerjaan proyek tersebut.
Abib menerangkan, sebanyak tujuh orang warganya tekena gangguan pernafasan dan terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit.
Padahal, sebelumnya tidak pernah punya riwayat penyakit tersebut. Sedangkan berdasarkan laporan warga, tedapat sebanyak 15 unit mengalami retak akibat kencangnya getaran mesin alat berat pengerjaan proyek Tol Cimanggis – Cibitung.
Baca juga: Tarif Tol Cimanggis - Cibitung Seksi 1 dan 2A Naik Per 18 Agustus, Ini Rincian Terbarunya
“Salah satu penyebab utamanya adalah terlalu banyak menghisap debu. Ini yang bilang dokter. Kami tidak asal bicara, ada bukti rekam medis dari Rumah Sakit Hermina,” katanya melalui pesan tertulisnya, Minggu (22/10/2023)
Karenanya, Abib, mewakili warga menuntut PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) dan PT Waskita Karya selaku pelaksana proyek agar memberikan kompensasi dana pengobatan serta perbaikan rumah.
Selain itu, meminta pembatasan jam kerja pembangunan proyek tidak 24 jam karena menggangu warga.
Baca juga: Waskita Beton Rampungkan Suplai Produk ke Proyek Jalan Tol Kuala Tanjung-Indrapura Seksi 2
“Setidaknya, jam kerja bisa dikurangi paling lama sampai pukul 22.00 WIB. Pengerjaan proyek yang non stop membuat warga tidak dapat beristirahat nyaman, padahal mereka dituntut harus bangun pagi-pagi untuk bekerja,” jelasnya.
Bentuk kompensasi lain yang diminta adalah perhatian lebih terhadap kebutuhan sosial warga sekitar proyek.
“Kami berharap agar pihak CCT dan Waskita juga memprioritaskan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) di lingkungan sekitar terutama yang terdampak proyek,” harapnya.
Keluhan warga terhadap dampak pembangunan jalan tol CIbitung – Cimanggis direspon oleh pihak CCT dan Waskita yang berjanji akan memenuhi tuntutan warga.
Dihny Puspita Aziz, selaku QHSE Coordinator CCT mengatakan, pihaknya menyadari di setiap proyek pasti akan ada yang terdampak, dan pihaknya memang siap menangani keluhan masyarakat, termasuk soal debu di proyek ini.
“Terkait dengan debu tadi, kita sudah melakukan penyiraman secara rutin dan memang lagi musim kemarau saat ini yang menyebabkan banyak debu,” ujarnya
Namun, pihaknya akan terlebih dulu melalui analisa data di lapangan dan dari kedokteran. “Kita tidak bisa menjustifikasi itu disebabkan oleh debu atau bukan, kita harus berkoordinasi dengan rumah sakit terkait, apakah dampak dari debu atau bukan,” jelasnya
Baca juga: Mulai 29 September 2023, Jalan Tol Makassar Ruas Ujung Pandang Resmi Berlakukan Tarif Baru
Dhiny menegaskan, pihak CCT akan bertanggung jawab jika memang ada keterangan resmi dari dokter Hyperkes (Dokter bersertifikat keselamat Kerja) yang menyebutkan bahwa benar warga yang sakit karena akibat debu proyek tol.
“JIka ada warga terdampak kita bisa konpensasi mereka, tapi dengan catatan bahwa itu (sakit ISPA karena debu) ada statement dari dokter hyperkes,” ujarnya.
Protes soal ganti rugi
Di sisi lain, PT Agung Graha Persada Utama (AGPU) selaku pemilik tanah mengeluhkan soal besaran ganti rugi yang diberikan terhadap pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol tersebut
Kuasa hukum AGPU, Roy Michael menilai, eksekusi lahan seluas 6.000 meter untuk Pembangunan jalan Tol Cimanggis – Cibitung juga mengabaikan prinsip keadilan soal ganti rugi.
Menurutnya, nilai yang diberikan sangat jauh dengan nilai tanah di sekitarnya padahal tanah yang dibebaskan adalah tanah matang yang siap dipasarkan oleh PT Agung Graha Persada Utama.
“Jadi, nilai ganti rugi memang sangat timpang sekali dan kami mempertanyakan hal tersebut,” ujarnya di Bekasi, Senin, 26 September 2023.
Apalagi, kata dia, upaya mediasi yang seharusnya dilakukan sebelum eksekusi harus dilakukan setelah eksekusi.
Mediasi pun dianggap gagal lantaran persidangan hanya dihadiri satu orang staff legal. Untuk itu, client-nya terpaksa harus menempuh proses persidangan selanjutnya.
“Ini menunjukkan tidak ada niatan mediasi yang serius dari Pemerintah,” imbuh Roy Michael.
Diungkapkan Roy, selama ini apabila ganti rugi pengadaan tanah dijalankan sesuai dengan aturan yang ada pada Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 yang disempurnakan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 Tahun 2020 maka pihaknya tidak akan melakukan perlawanan hukum.
Sementara pembebasan tidak mengikuti aturan yang ada makan PT Agung Graha Persada Utama (AGPU) selaku pemilik tanah terus melakukan upaya hukum terkait eksekusi lahan miliknya oleh Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Bekasi, Jawa Barat walaupun tanah tersebut sudah di eksekusi pemerintah.
Sumber: