Timnas Amin Singgung 3 Masalah Besar Kebijakan Hilirisasi Pemerintahan Jokowi
Wakil Kapten Timnas Amin Thomas Trikasih Lembong menyoroti tiga masalah besar kebijakan hilirisasi Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Kapten Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar atau Timnas Amin Thomas Trikasih Lembong menyoroti tiga masalah besar kebijakan hilirisasi Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kebijakan hilirisasi saat ini tidak berorientasi kepada pasar atau tidak market oriented. Namun, dianggap lebih mendorong keinginan pemerintah tanpa memperhatikan realita pasar.
"Dan tidak ramah kepada pasar," ujar Thomas saat diskusi CSIS soal Industri, Hilirisasi, dan Perubahan Iklim di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Kemudian, kebijakan hilirisasi dilihat hanya berfokus kepada sektor nikel khususnya sektor baterai. Menurut Thomas, kebijakan pemerintah terlalu sempit. Padahal, ada sektor lain yang bisa dijadikan fokus pemerintah.
"Perlu kebijakan pemerintah sektor industri dan tambang yang jauh lebih luas, yang jauh lebih komprehensif daripada hanya nikel saja, dan baterai saja, dan mobil listrik saja," terang Thomas.
Thomas mengatakan, hilirisasi nikel dapat destruktif kepada lingkungan hidup. Pengoperasian smelter juga dapat berdampak pada kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitar lokasi. Ekspansi industri nikel di Indonesia dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Hal tersebut berkebalikan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi.
"Jadi ironisnya disaat kita mau bikin baterai untuk mobil listrik, justru pengolahan nikel ini berkontribusi kepada emisi gas kaca yang memperparah krisis iklim," kata Thomas.
Thomas mengungkit soal Tesla, yang sebagian dari semua mobil produksinya menggunakan baterai Lithium Ferro-Phosphate (LFP) tidak menggunakan nikel. Selain itu, sejumlah pabrik baterai di dunia juga tidak banyak menyerap tenaga kerja karena lebih banyak menggunakan robot.
"Semuanya mekanisasi, otomatisasi, dan sedikit sekali manusia yang bekerja di situ. Akhirnya apa? Akhirnya dampak kepada lapangan kerja itu minim," terang Thomas.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Genjot Hilirisasi Industri Baja
Bagaimana Pemerintah mengklaim hilirisasi bisa menopang ekonomi Indonesia?
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berulangkali menyatakan bahwa Indonesia mampu untuk menjadi pemain utama dalam industri nikel, khususnya electric vehicle (VH) atau kendaraan listrik.
Ia mengklaim hilirisasi komoditas nikel kini berkembang pesat. Perkembangan ini terjadi setelah pemerintah menyetop ekspor nikel ore sejak 2020. Penyetopan ekspor ini disebut berdampak terhadap penumbuhan investasi hilirisasi dengan adanya 43 pabrik pengolahan nikel. Jokowi menyebut kehadiran 43 pabrik pengolahan nikel ini akan membuka peluang lapangan kerja sangat besar.
Baca juga: Pemerintah Harus Cermati Positive List Produk Impor Agar Tak Hambat Hilirisasi
"Ini baru satu komoditas," kata Jokowi saat menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR 2023 lalu.
Jokowi juga mengingatkan dampak positif apabila Indonesia secara konsisten melakukan hilirisasi komoditas lainnya seperti tembaga, bauksit, crude palm oil (CPO), hingga rumput laut. Jika hilirsasi terhadap komiditas tersebut dijalankan secara konsisten, kata Jokowi, dalam 10 tahun mendatang diperkirakan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia bisa mencapai Rp 153 juta atau 10.900 dollar Amerika Serikat.
Selain itu, dalam 15 tahun ke depan, pendapatan per kapita penduduk Indonesia dapat menembus Rp 217 juta atau 15.800 dollar Amerika Serikat. Sedangkan dalam 22 tahun ke depan, pendapatan per kapita penduduk Indonesia ditargetkan akan mencapai Rp 331 juta atau 25.000 dollar Amerika Serikat.
"Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp 71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatanya bisa dua kali lipat lebih," ujar Jokowi. Jokowi menambahkan, pemerintah telah merancang fondasi untuk menggapai target tersebut.
Tesla Mulai Beralih Dari Nikel
Dilansir Bloomberg pada Kamis (21/10/2021), Tesla Inc., akan beralih menggunakan baterai lithium iron phospate (LFP) yang lebih murah, meninggalkan pengisi daya berbahan kimia lantaran harga material baterai yang kian melambung.
Tesla Inc., menyatakan peralihan ke baterai LFP akan diterapkan kepada kendaraan standar Tesla. Hal ini melanjutkan rencana tahun lalu untuk menggunakan komponen anggaran model berbiaya rendah.
Saat ini, sebagian besar industri otomotif mengandalkan nikel dan kobalt untuk membuat baterai lithium-ion agar meningkatkan kinerja mobil listrik. Namun pasokan kedua bahan tersebut terbatas dan masalah etika telah lama membayangi tambang kobalt di Republik Demokratik Kongo sebagai pemasok utama.
Selain itu, nikel sebagai penyedia daya dan jangkauan juga rentan terhadap kebakaran. Di samping itu, harga nikel yang tengah naik juga telah berdampak pada sel baterai, menurut Chief Financial Officer Tesla Zach Kirkhorn.
"Sebagian [kenaikan] biaya itu telah berdampak ke kami. Biayanya tidak terlalu besar, tapi tidak kecil," ujar Kirkhorn.