Yellen: Waspada, Pasar Properti yang Loyo Bisa Picu Tekanan ke Perbankan AS
Krisis mulai menghantui sektor perbankan lokal di AS pasca bisnis di bidang real estat atau pasar properti terus mengalami penurunan permintaan.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Industri perbankan Amerika Serikat kini tdihadapkan krisis investasi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ancaman ini disampaikan Menteri Keuangan AS Janet Yellen di hadapan Komite Perbankan Senat, pada Kamis (8/2/2024).
“Jelas akan ada tekanan dan kerugian yang terkait dengan hal ini,” kata Janet Yellen.
Krisis mulai menghantui sektor perbankan lokal di AS pasca bisnis di bidang real estat atau pasar properti terus mengalami penurunan permintaan, imbas kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral, The Fed.
Meski kenaikan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan membuat laju inflasi di Amerika melandai.
Namun sikap hawkish yang diterapkan The Fed secara tidak langsung telah mengerek naik suku bunga di perbankan lokal, hingga bunga dana pinjaman ikut melesat ke level tertinggi di tengah naiknya inflasi.
Kondisi tersebut kian diperparah dengan kinerja emiten di Wall Street yang terus menunjukkan kemerosotan selama tahun lalu serta ketidakpastian ekonomi yang membebani para pembuatan kesepakatan bisnis.
Serangkaian tekanan itu yang membuat investor enggan melakukan pembelian di pasar real estat komersial serta tidak lagi bersedia membayar harga pasar saat ini, alhasil bisnis investasi dan permodalan bank – bank lokal mulai dilanda krisis.
“Tingkat suku bunga yang lebih tinggi dan meningkatnya tingkat kekosongan di gedung perkantoran telah menyebabkan masalah – terutama ketika pinjaman real estat telah jatuh tempo. Bagi beberapa bank, hal ini akan menjadi kekhawatiran,” jelas Yellen.
Krisis Picu PHK Massal di Industri Perbankan
Efek lesunya bisnis real estat juga membuat industri perbankan AS dilanda pemangkasan karyawan besar – besaran.
Komunitas Bancorp New York baru-baru ini mengungkapkan kerugian yang mengejutkan dan lonjakan kerugian hingga 60 persen karena pinjaman real estat komersial menjadi buruk.
Baca juga: Bisnis Adidas dan H&M Terdampak Serangan Houthi di Laut Merah
Saham bank yang berbasis di Hicksville, yang mengakuisisi aset senilai 40 miliar dolar AS dari Signature Bank yang bangkrut pada Maret lalu, bahkan ikut terseret turun 2 persen pada Kamis pagi.
Mengikuti jejak yang lainnya Raksasa perbankan kondang asal Amerika Serikat Citigroup mengatakan pihaknya akan memangkas 10 persen tenaga kerjanya dalam upaya membantu meningkatkan kinerja dan harga saham bank yang melemah.
Baca juga: Serangan Houthi Bikin Pendapatan Mesir dari Terusan Suez Merosot, Perekonomian Melambat
Pemecatan karyawan juga turut dilakukan Bank of America dan Wells Fargo, yang masing-masing merumahkan 2 persen dan 5 persen karyawan akibat dari berkurangnya berbagai kesepakatan bisnis dan permintaan kredit melemah pada tahun lalu.
Disusul dengan Goldman Sachs dan Morgan Stanley yang turut merumahkan sejumlah karyawannya. Setelah sebelumnya raksasa bank asal Amerika itu telah lebih dulu memangkas 4.300 karyawan di sepanjang tahun lalu.
Inflasi AS Pulih
Kendati kenaikan suku bunga telah membuat investor mengurangi investasinya di industri real estat hingga memicu aksi PHK massal, namun Menkeu Yellen mengakui bahwa sikap hawkish The Fed sukses menekan inflasi.
“Berbicara mengenai kesehatan perekonomian AS, saat ini inflasi melambat. Harga-harga tidak lagi naik dengan cepat, sementara upah terus meningkat,” tambah Yellen.