Jalan Panjang BUMDes Tumang Atasi Sampah, Bermula Kumpulkan Sampah, Kini Panen Uang dari Sampah
“ Alhamdulillah untuk pengelolaan sampah kami sudah bisa tanda kutip menghasilkan, yang organik jadi maggot dan kasgot, non organik jadi kerajinan."
Penulis: Imam Saputro
Editor: Whiesa Daniswara
Tercatat sampah rumah tangga yang terkumpul di Desa Cepogo mencapai 70 ton sampah per bulannya.
“Desa Cepogo itu desa industri logam, tapi sampah rumah tangganya tak kalah banyak, 70 ton sebulan, DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Boyolali juga heran dengan jumlah sampah dari Desa Cepogo,” beber Direktur BUMDes Tumang yang akrab dipanggil Felani ini.
Pelayanan angkutan sampah dimulai dengan sebuah mobil pikap milik Pemerintah Desa Cepogo.
Kemudian tahun 2021, BUMDes Tumang bisa membeli sebuah truk untuk pengangkutan sampah desa.
“Sekarang total ada 4 armada, pikap dari desa, truk BUMDes dan ada tambahan 2 motor roda tiga yang bisa menjangkau ke pemukiman yang padat,” kata Felani.
Bank sampah dan budi daya maggot
Pelayanan angkutan sampah BUMDes Tumang kemudian berkembang dari sekadar mengangkut dan membuang, kini sudah menjadi pengelolaan sampah.
“Dulu awalnya hanya angkut, kumpulkan lalu kami buang ke TPA di Boyolali, sejak 2 tahun belakangan sudah mulai ada bank sampah, yang non organik dan bisa dimanfaatkan dikelola jadi kerajinan,” ujar Felani.
Bank sampah dimulai dengan membentuk kesadaran warga untuk mulai memisahkan sampah organik dan non organik ketika membuang sampah di tempat sampah.
Pengangkutan akan dibedakan ketika mengangkut sampah organik dan non organik.
Sampah kemudian diangkut ke dua gedung seluas kurang lebih 200m2 yang berdiri di tanah desa.
Satu gedung untuk pengolahan sampah non organik jadi kerajinan tangan, sedangkan gedung lainnya digunakan untuk budi daya maggot.
“Mulai akhir 2023 kami sudah mengembangkan pengolahan sampah organik dengan maggot, ini sudah berjalan,” ujar Felani.
Menurutnya budi daya maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF) menjadi salah satu cara efektif pengolahan sampah organik.
“Awalnya dari temen dan internet, lalu kami mencoba belajar, sekarang kami sudah bisa membudidaya sejak telur, harga telur per gram lumayan mahal, sekarang sudah bisa ternak sendiri, bisa hemat banyak,” terangnya.