Pernyataan Resmi Holding PTPN Setelah Dua Mantan Pejabat Pentingnya Jadi Tersangka KPK
Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menyampaikan tanggapan atas penetapan 2 mantan pejabat PTPN XI sebagai tersangka oleh KPK.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
"Atas masuknya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dalam pengadaan lahan HGU yang diperuntukkan sebagai lahan penanaman tebu di PTPN IX, kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana kecukupan alat bukti, maka KPK tetapkan dan umumkan tiga pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2024).
Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan mantan Dirut PTPPN XI dan dua anak buahnya itu masing-masing selama 20 hari pertama. MC dan MK terhitung mulai 13 Mei 2024–1 Juni 2024, sedangkan MHK terhitung mulai 8 Mei 2024–27 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK.
Begini Konstruksi Perkara Korupsi di PTPN XI
Perkara ini bermula dari adanya pengajuan surat penawaran lahan Direktur PT Kejayan Mas pada Direktur PTPN XI ditahun 2016 perihal penawaran lahan seluas 795.882 M2 atau oleh 79,5 hektare yang berada di Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dengan harga Rp125 ribu permeter persegi.
Atas penawaran tersebut, MC selaku Dirut PTPN XI memberikan persetujuan dan disposisi untuk segera ditindaklanjuti dengan memerintahkan MK menyusun draf Surat Keputusan (SK) Tim pembelian tanah untuk tanaman tebu sendiri PTPN XI.
"Dilakukan kunjungan langsung ke lokasi oleh MC, MK bersama dengan beberapa pegawai pabrik gula dan diterima langsung MHK selaku Komisaris Utama PT KM [Kejayan Mas]," kata Alex.
Dalam waktu singkat dan tanpa kajian mendalam kaitan kelayakan kondisi lahan, MC langsung memerintahkan MK untuk segera memproses dan menyiapkan pengajuan anggaran senilai Rp150 miliar.
MC, MK, dan MHK menyepakati nilai harga Rp120 ribu permeter persegi padahal merujuk keterangan Kepala Desa setempat nilai pasar lahan hanya berkisar Rp35 ribu sampai Rp50 ribu permeter persegi.
Atas perintah MC dan MK, dibuatkan dokumen fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan lahan calon lokasi budidaya tebu PG Kedawoeng sebagai salah satu kelengkapan dokumen pencairan pembayaran uang muka termasuk pelunasan yang ditujukan pada Divisi Keuangan PTPN XI.
Dari hasil review dan pemeriksaan P2PK Kementerian Keuangan dan dikuatkan lagi dengan hasil kaji ulang litigasi oleh Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan hasil penilaian KJPP Sisco Cabang Surabaya, disimpulkan bahwa harga tersebut tidak wajar dan di mark up.
"MC juga tetap memaksakan dilakukan pembelian lahan walaupun fakta di lapangan diketahui persis yang bersangkutan dengan kondisi lahan memang tidak layak untuk ditanami tebu karena faktor keterbatasan lereng, akses dan air," ujar Alex.
"Selain itu, ada uang sebesar Rp1 miliar yang dibagikan MHK ke berbagai pihak yang ada di PTPN IX karena mendukung kelancaran proses transaksi. Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP akibat pengadaan dimaksud senilai Rp30,2 miliar," ungkapnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.