Pernyataan Resmi Holding PTPN Setelah Dua Mantan Pejabat Pentingnya Jadi Tersangka KPK
Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menyampaikan tanggapan atas penetapan 2 mantan pejabat PTPN XI sebagai tersangka oleh KPK.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM - Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) menyampaikan tanggapan atas penetapan 2 mantan pejabat PTPN XI sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk tebu pada tahun 2016 yang lalu di PTPN XI.
M Arifin Firdaus Direktur Manajemen Risiko PTPN Group menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK dan berkomitmen untuk bekerja sama sepenuhnya dengan KPK dalam memberikan informasi dan akses yang diperlukan untuk kelancaran proses penyidikan.
"Sebagai salah satu wujud dalam mendukung hal tersebut, perusahaan memiliki komitmen jika terjadi pelanggaran dalam bidang hukum oleh pimpinan atau pihak manapun, maka PTPN akan menindak tegas dengan menjalankan punishment secara ketat dan konsisten sesuai aturan yang berlaku," kata Arifin dalam keterangan persnya, Selasa (14/5/2024).
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan petinggi Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) XI karena kasus korupsi pengadaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh PTPN XI.
Ketiganya adalah Direktur Umum PTPN XI tahun 2016, Mochamad Cholidi alias Mohamad Cholidi (MC); Kepala Divisi Umum, Hukum dan Aset PTPN XI tahun 2016, Mochamad Khoiri (MK); dan Komisaris Utama PT Kejayan Mas, Muhchin Karli (MHK).
Arifin mengatakan, jika terbukti bersalah dan telah sampai ke ranah hukum, pastinya perusahaan akan mendorong aparat hukum untuk melakukan penyelidikan, serta mengawal ketat dan menghormati proses hukum yang berjalan.
Perusahaan mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi serta bersikap kooperatif kepada Penegak Hukum. Ini sebagai bukti nyata penerapan Good Corporate Governance (GCG) di PTPN.
Manajemen dan seluruh Insan PTPN Group selalu berkomitmen dan memastikan setiap proses pengadaan dan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan GCG.
Hal ini sesuai dengan semangat dan wujud konkret dari bersih-bersih BUMN yang digalakkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Sebagaimana diketahui bahwa PTPN telah melakukan transformasi di segala bidang, termasuk dalam perbaikan sistem dan tata kelola perusahaan, terutama sistem pengawasan yang lebih profesional dan sistem penanganan kasus yang lebih transparan.
Baca juga: Eks Dirut PTPN XI Tersangka dan Ditahan KPK, Korupsi Lahan HGU Rugikan Negara Rp30,2 M
Manajemen PTPN Group melakukan beberapa langkah strategis, yaitu, Internalisasi Core Value AKHLAK, Good Corporate Governance (GCG), Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP), Keterbukaan Informasi Publik, Whistle Blowing System (WBS) Terintegrasi, serta kerja sama antar instansi.
Baca juga: PTPN VII Tolak Pelaksanaan Konstatering Areal 461 Hektar Miliknya
PTPN Group yakin bahwa penegakan hukum yang tegas dan adil akan membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendorong terciptanya tata kelola perusahaan yang lebih baik di PTPN III dan di seluruh BUMN.
Tiga Pejabat Penting PTPN XI Jadi Tersangka
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dan
"Atas masuknya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi dalam pengadaan lahan HGU yang diperuntukkan sebagai lahan penanaman tebu di PTPN IX, kemudian dilakukan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana kecukupan alat bukti, maka KPK tetapkan dan umumkan tiga pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2024).
Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan mantan Dirut PTPPN XI dan dua anak buahnya itu masing-masing selama 20 hari pertama. MC dan MK terhitung mulai 13 Mei 2024–1 Juni 2024, sedangkan MHK terhitung mulai 8 Mei 2024–27 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK.
Begini Konstruksi Perkara Korupsi di PTPN XI
Perkara ini bermula dari adanya pengajuan surat penawaran lahan Direktur PT Kejayan Mas pada Direktur PTPN XI ditahun 2016 perihal penawaran lahan seluas 795.882 M2 atau oleh 79,5 hektare yang berada di Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dengan harga Rp125 ribu permeter persegi.
Atas penawaran tersebut, MC selaku Dirut PTPN XI memberikan persetujuan dan disposisi untuk segera ditindaklanjuti dengan memerintahkan MK menyusun draf Surat Keputusan (SK) Tim pembelian tanah untuk tanaman tebu sendiri PTPN XI.
"Dilakukan kunjungan langsung ke lokasi oleh MC, MK bersama dengan beberapa pegawai pabrik gula dan diterima langsung MHK selaku Komisaris Utama PT KM [Kejayan Mas]," kata Alex.
Dalam waktu singkat dan tanpa kajian mendalam kaitan kelayakan kondisi lahan, MC langsung memerintahkan MK untuk segera memproses dan menyiapkan pengajuan anggaran senilai Rp150 miliar.
MC, MK, dan MHK menyepakati nilai harga Rp120 ribu permeter persegi padahal merujuk keterangan Kepala Desa setempat nilai pasar lahan hanya berkisar Rp35 ribu sampai Rp50 ribu permeter persegi.
Atas perintah MC dan MK, dibuatkan dokumen fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan lahan calon lokasi budidaya tebu PG Kedawoeng sebagai salah satu kelengkapan dokumen pencairan pembayaran uang muka termasuk pelunasan yang ditujukan pada Divisi Keuangan PTPN XI.
Dari hasil review dan pemeriksaan P2PK Kementerian Keuangan dan dikuatkan lagi dengan hasil kaji ulang litigasi oleh Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan hasil penilaian KJPP Sisco Cabang Surabaya, disimpulkan bahwa harga tersebut tidak wajar dan di mark up.
"MC juga tetap memaksakan dilakukan pembelian lahan walaupun fakta di lapangan diketahui persis yang bersangkutan dengan kondisi lahan memang tidak layak untuk ditanami tebu karena faktor keterbatasan lereng, akses dan air," ujar Alex.
"Selain itu, ada uang sebesar Rp1 miliar yang dibagikan MHK ke berbagai pihak yang ada di PTPN IX karena mendukung kelancaran proses transaksi. Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP akibat pengadaan dimaksud senilai Rp30,2 miliar," ungkapnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.