Setoran Perpajakan di Semeter I 2024 Loyo Hanya Rp 1.028 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Penyebabnya
PPh Badan mengalami penurunan secara bruto sebesar 25,7 persen. Sedangkan secara netto sebesar 34,5 persen.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.028 triliun atau setara 44,5 persen terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di semester I 2024.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penerimaan perpajakan mengalami pelambatan lantaran dipengaruhi oleh penurunan setoran tahunan dan angsuran PPh Badan.
Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Senin (8/7/2024).
Baca juga: Menteri PPN/Bappenas Sebut Investor Family Office Bakal Bebas Pajak, Ini Alasannya
"Penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.028 triliun atau 44,5 persen dari target APBN 2024. Ini Artinya mengalami kontraksi 7 persen, karena tahun lalu semester I kita bisa mencapai Rp1,105,6 triliun," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan dari sisi pajak pada semeter I ini sebesar Rp 893,8 triliun atau setara 44,9 persen dari target dalam APBN 2024.
Dia bilang, penurunan pajak disebabkan turunnya profitabilitas perusahaan di tahun 2023 sebagai dampak moderasi harga komoditas tahun lalu.
"Artinya perusahaan masih profitable tapi keuntungannya tidak setinggi tahun sebelumnya, karena harga komoditas mengalami koreksi yang sangat dalam," ujar dia.
"Jadi bukan mereka rugi, tapi profitnya mengalami penurunan sehingga pembayaran pajak Badan juga mengalami penurunan," sambungnya.
Dikatakan Sri Mulyani, penerimaan pajak RI juga mengalami restitusi yang cukup besar baik di PPh Badan maupun PPN badan dalam negeri.
PPh Badan mengalami penurunan secara bruto sebesar 25,7 persen. Sedangkan secara netto sebesar 34,5 persen.
"Penurunan PPh Badan 34,5 persen baik karena profitabilitas turun terutama commodity base dan juga restitusi tentu ini menyebabkan tekanan pada penerimaan negara," ungkapnya.
Sementara itu, PPN DN sebesar Rp 193,06 triliun atau setara 21,60 persen. PPN DN mengalami koreksi 11 persen secara netto meskipun terjadi peningkatan secara bruto sebesar 9,2 persen.
"Meskipun dari sisi bruto berarti aktivitas ekonominya masih positif, growth nya masih di 9,2 persen. Namun, kemudian dilakukan restitusi sehingga terjadi penerimaan neto pajak kita mengalami tekanan 11 persen kontraksi," jelas Sri Mulyani.
Terakhir, Sri Mulyani menegaskan bahwa aktivitas ekonomi masih bergerak namun penerimaan pajak menurun lantaran adanya restitusi di PPN.
"Jadi dua ini PPH badan dan PPN yang kontribusinya 2 terbesar mengalami tekanan terhadap penerimaan kita," ungkap dia.