Ada Sederet Tantangan di Industri Migas, Pemerintah Beberkan Upaya Genjot Produksi di Tanah Air
Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas sudah menyetujui pelaksanaan Joint Study Area Buton kepada Pertamina, Petrochina, dan Petronas.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjalankan sejumlah upaya untuk menjaga produksi komoditas minyak dan gas bumi (migas), meski dihadapkan dengan berbagai tantangan operasi produksi.
Diketahui, tantangan tersebut seperti reliability fasilitas produksi yang tak optimal lantaran sudah cukup tua, hingga faktor pembangunan infrastruktur industri hulu migas dan sebagainya.
Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Dadan Kusdiana menyampaikan, saat ini terdapat berbagai peluang besar peningkatan produksi minyak bumi.
Yang pertama adalah memaksimalkan peningkatan produksi minyak bumi dari lapangan lepas pantai Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, dengan total potensi awal lebih dari 1 miliar barel minyak.
Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, Medcoenergi Manfaatkan Energi Surya di Operasi Hulu Migas
"Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas sudah menyetujui pelaksanaan Joint Study Area Buton kepada Pertamina, Petrochina, dan Petronas," ungkap Dadan dalam keterangannya, Selasa (23/7/2024).
"Upaya yang kita lakukan saat ini adalah mempercepat penyelesaian Joint Study, supaya nantinya area tersebut bisa segera dilakukan direct offer dan dikembangkan," sambungnya.
Upaya yang kedua adalah peningkatan recovery factor, bermitra dengan Perusahaan Migas dari China.
Dadan mengatakan, setelah kunjungan kerja Menteri ESDM Arifin Tasrif ke China, banyak perusahaan Migas China, yang kemudian berdatangan untuk upaya peningkatan Recovery Factor, seperti CNPC, CNOOC dan Sinopec.
"Contohnya Sinopec, mereka menurunkan team specialist. Dari 16 area yang ditawarkan Pertamina Hulu Energi (PHE), sudah dipilih lima area, yaitu Rantau, Tanjung, Pamusian, Jirak dan Zulu," jelasnya.
Sementara, dari sisi kebijakan, teranyar Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto mengungkapkan, salah satu yang diatur dari regulasi ini adalah kewajiban Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas untuk segera mengusahakan Bagian Wilayah Kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya.
"Terhadap bagian Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial namun idle, perlu dilakukan upaya, tidak bisa terus didiamkan. Saat ini sedang diinventarisasi dan segera diambil upaya optimalisasi. Setidaknya ada 4 upaya optimalisasi yang nantinya dapat dilakukan," ungkapnya.
Kriteria Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle tersebut antara lain terdapat lapangan produksi yang selama 2 tahun berturut-turut tidak diproduksikan, atau terdapat lapangan dengan Plan of Development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut.
Selain itu juga apabila terdapat struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut.
Terhadap WK Migas yang idle tersebut, pertama, KKKS diminta segera mengerjakan Bagian WK potensial tersebut agar tidak didiamkan.
Kedua, KKKS mengerjakan Bagian WK potensial yang idle tersebut melalui kerja sama dengan Badan Usaha lain untuk penerapan teknologi tertentu secara kelaziman bisnis.
Ketiga, KKKS mengusulkan Bagian WK potensial yang idle tersebut untuk dikelola lebih lanjut oleh KKKS lain sesuai ketentuan peraturan perundangan.
"Dan yang keempat, KKKS melakukan pengembalian Bagian WK potensial yang idle tersebut kepada Menteri ESDM, dengan mempertimbangkan kewajiban pasca operasi, kewajiban pengembalian data hulu migas, dan kewajiban lainnya, untuk selanjutnya ditetapkan dan ditawarkan menjadi WK baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan," pungkas Ariana.