Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Penagihan dan Eksekusi Jaminan Fidusia Perlu Pendekatan Transparan dan Adil

Proses penagihan dan eksekusi jaminan fidusia di industri pembiayaan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pembiayaan.

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in Penagihan dan Eksekusi Jaminan Fidusia Perlu Pendekatan Transparan dan Adil
dok.
Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan Dalam Relasi dengan Profesi Penagih Hutang” yang diselenggarakan Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK) di Yogyakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Upaya penagihan terhadap nasabah atau debitur yang menunggak cicilan dengan jaminan fidusia belakangan menjadi sorotan di masyarakat. 

Merespon hal tersebut, Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK) menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan Dalam Relasi dengan Profesi Penagih Hutang” yang diselenggarakan secara hybrid di Yogyakarta.

Acara FGD ini diselenggarakan bekerja sama dengan FIFGroup dan dihadiri 3 narasumber ahli di bidang industri pembiayaan dan prosedur eksekusi jaminan fidusia.

Ketiganya adalah Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigadir Jenderal Veris Septiansyah; Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi; dan Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah; dan dimoderatori oleh Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup.

Program ini mendiskusikan perihal operasional bisnis pembiayaan dalam prosedur penagihan hingga eksekusi jaminan fidusia.

Dipaparkan, proses penagihan dan eksekusi jaminan fidusia di industri pembiayaan menjadi sarana untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pembiayaan di Indonesia.

Dengan pendekatan yang transparan dan adil, hal ini dapat memperkuat ekosistem bisnis dan mendukung kelancaran pengelolaan kredit.

Berita Rekomendasi

Untuk memaksimalkan manfaatnya, kebijakan dan regulasi yang seimbang sangat penting, sehingga industri pembiayaan dapat terus berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak.

Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup dalam sambutannya menjelaskan, saat ini industri pembiayaan tengah dihadapkan dengan banyaknya stigma negatif dari proses penagihan yang dilakukan oleh para pelaku usaha pembiayaan dan seluruh pemangku kepentingan.

“Stigma negatif ini tentu merugikan para pelaku di industri pembiayaan, sehingga sangat penting untuk menghadirkan keberimbangan perlindungan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari konsumen, pelaku usaha, hingga bagi para pelaku penagihan,” ungkap Bahrul.

Baca juga: Tiga Tips Agar Pengajuan Pinjaman Dapat Persetujuan dari Perusahaan Pembiayaan

Operation Director FIFGroup Setia Budi Tarigan menyatakan sangat bersyukur atas terselenggaranya forum ini karena memberikan kesempatan yang seimbang dalam memberikan perlindungan kepentingan hukum bagi perusahaan pembiayaan.

“Dalam mengelola kredit macet, proses penagihan dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadinya peningkatan kredit bermasalah, namun, akibat dari stigma negatif itu sendiri menyebabkan timbulnya keterbatasan bagi perusahaan pembiayaan dalam beroperasional, sehingga hal ini dapat berdampak terhadap kesehatan industri pembiayaan itu sendiri secara umum,” ungkap Budi.

Sesi diskusi dibuka dengan pemaparan materi oleh Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Veris Septiansyah. Veris menyebutkan, sangat penting bagi para pelaku profesi penagihan memperhatikan prosedur yang dilakukan.

Baca juga: Dorong Digitalisasi Perusahaan Pembiayaan, BRI Jalin Kerja Sama dengan Astra Credit Companies Group

“Seringkali ditemukan adanya tindakan prosedur penagihan yang menggunakan kekerasan fisik ataupun dengan tindakan premanisme, sehingga hal ini lah yang menyebabkan timbulnya sudut pandang negatif terkait dengan prosedur penagihan,” kata Veris.

Menurut Veris, para pelaku usaha harus mampu melakukan upaya penagihan sesuai dengan pendekatan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seluruh regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

“Seluruh regulasi tersebut menjadi pedoman dasar yang perlu ditaati oleh perusahaan pembiayaan, sehingga upaya penagihan itu dapat dijalankan dengan baik."

"Tentunya hal ini juga perlu dipahami oleh konsumen bahwa regulasi ini juga mengikat masyarakat yang menjadi konsumen layanan pembiayaan dalam melakukan kewajibannya, seperti pembayaran angsuran dengan tepat waktu dan melunasi hutangnya” kata Veris.

Menurut Sobandi, menurut regulasi, prosedur ekseksui jaminan fidusia yang sudah ada saat ini harus dipermudah dan disimplifikasi.

“Seringkali dari regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga karena melakukan penagihan, ini menunjukkan adanya kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan,” tutur Sobandi.

Namun, perlu menjadi catatan bahwa ketika kepentingan hukum dilindungi, maka perlu diimbangi juga dengan tindakan penagihan oleh lembaga pembiayaan dengan tetap memperhatikan kepentingan perlindungan konsumen.

Dari sudut pandang akademisi yang disampaikan oleh Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah, pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.

“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun, perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yakni pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia,” tutur Siti sembari menjelaskan bahwasa sertifikat ini ditandatangani oleh pihak debitur maupun kreditur.

Dengan demikian, berlakunya asas asas hukum penjaminan yang ada di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kegiatan FGD ini mendapatkan respon positif dari seluruh peserta dan acara tersebut diharapkan dapat memeberikan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pemangku kepentingan akan kehadiran suatu bentuk kebijakan atau regulasi yang berimbang terkait dengan proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang Undang Jaminan Fidusia yang melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat.

FGD berlangsung hangat, di mana narasumber dengan lengkap dan detail memberikan jawaban dari pertanyaan audiens. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai upaya penagihan dan eksekusi jaminan fidusia.

FGD diikuti oleh lebih dari 150 peserta yang hadir secara langsung dan lebih dari 700 peserta daring melalui platform Zoom yang berasal dari Asosisasi Advokat Konsutitusi, Aparat Hukum Kepolisian, Organisasi dan Asosiasi Para Pelaku Usaha Penagihan, dan karyawan FIFGroup.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas