Pabrik Tekstil RI Terus Berguguran, PHK Makin Masif, Ternyata Ini Biang Kerok
Saat pasar internasional tidak menentu, industri tekstil semestinya bisa memindahkan pasar mereka ke dalam negeri.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
"Pemerintah Indonesia itu mengeluarkan regulasi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, di mana keran impor itu dibuka dengan bebas, dan salah satunya masuk itu tekstil dari luar negeri, terutama dari China. Mereka harganya murah, kualitas hampir sama, itu yang terjadi," ujar Mirah.
"Sehingga ketika pasar internasional, sektor industri tekstil dan alas kaki itu digeser ke domestik, mereka tidak akan mengalami penjualan yang bagus karena sudah dihajar oleh produk atau serbuan barang-barang dari China itu, tekstil dari China," lanjutnya.
Banyak perusahaan tekstil dan alas kaki domestik yang mengalami kolaps dan menutup pabrik.
Mereka tidak bisa bersaing dengan produk tekstil dari China dari sisi harga, meskipun secara kualitas lebih baik.
Mirah memberikan contoh, di salah satu mal besar di Jakarta Pusat, produk tekstil impor dijual dengan harga antara Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu.
Masyarakat pun disebut lebih memilih produk tersebut karena harga yang terjangkau.
"Jadi cenderung masyarakat kita memilih yang murah apalagi ditambah karena daya beli kita sekarang rendah, karena upahnya itu murah, kemudian mengakibatkan daya beli rendah," ucap Mirah.
"Ketika daya beli rendah, maka masyarakat tidak akan pernah bisa membeli produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan domestik yang cenderung harganya itu memang agak tinggi," sambungnya.
Mirah memperingatkan jika pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk melindungi sektor industri tekstil domestik, PHK akan terus berlanjut.