Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pabrik Tekstil RI Terus Berguguran, PHK Makin Masif, Ternyata Ini Biang Kerok

Saat pasar internasional tidak menentu, industri tekstil semestinya bisa memindahkan pasar mereka ke dalam negeri.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Pabrik Tekstil RI Terus Berguguran, PHK Makin Masif, Ternyata Ini Biang Kerok
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Massa yang tergabung dalam Aliansi IKM (Industri Kecil Menengah), Pekerja dan Masyarakat Tekstil Nasional menggelar aksi unjuk rasa "Stop PHK, Selamatkan Industri Tekstil Indonesia" di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). Dalam aksinya, mereka mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan industri tekstil dan produk tekstik (TPT) bersekala besar, menengah dan kecil karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian, importir nakal, hingga aparat penegak hukum sebagai sindikat mafia impor yang bersarang di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan. Atas hal tersebut, mereka meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun langsung menyelamatkan industri TPT nasional karena para menteri di kabinet sudah tidak mampu melawan sindikat mafia impor. Serta menyerukan kepada pemerintah daerah untuk mendukung produk dalam negeri serta memberangus barang-barang impor yang saat ini sudah beredar hingga pelosok. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

"Pemerintah Indonesia itu mengeluarkan regulasi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, di mana keran impor itu dibuka dengan bebas, dan salah satunya masuk itu tekstil dari luar negeri, terutama dari China. Mereka harganya murah, kualitas hampir sama, itu yang terjadi," ujar Mirah. 

"Sehingga ketika pasar internasional, sektor industri tekstil dan alas kaki itu digeser ke domestik, mereka tidak akan mengalami penjualan yang bagus karena sudah dihajar oleh produk atau serbuan barang-barang dari China itu, tekstil dari China," lanjutnya. 

Banyak perusahaan tekstil dan alas kaki domestik yang mengalami kolaps dan menutup pabrik.

Mereka tidak bisa bersaing dengan produk tekstil dari China dari sisi harga, meskipun secara kualitas lebih baik. 

Mirah memberikan contoh, di salah satu mal besar di Jakarta Pusat, produk tekstil impor dijual dengan harga antara Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu. 

Masyarakat pun disebut lebih memilih produk tersebut karena harga yang terjangkau. 

"Jadi cenderung masyarakat kita memilih yang murah apalagi ditambah karena daya beli kita sekarang rendah, karena upahnya itu murah, kemudian mengakibatkan daya beli rendah," ucap Mirah. 

Berita Rekomendasi

"Ketika daya beli rendah, maka masyarakat tidak akan pernah bisa membeli produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan domestik yang cenderung harganya itu memang agak tinggi," sambungnya. 

Mirah memperingatkan jika pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk melindungi sektor industri tekstil domestik, PHK akan terus berlanjut. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas