Pengusaha Keramik Bersurat ke Prabowo, Minta Kebijakan Harga Gas Murah Dilanjutkan
Kebijakan yang diterapkan sejak 2020 itu memberi harga gas murah sebesar 6,5 USD per MMBTU untuk tujuh sektor industri dan akan berakhir
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto terkait dengan permintaan agar kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dapat diperpanjang.
Kebijakan yang diterapkan sejak 2020 itu memberi harga gas murah sebesar 6,5 USD per MMBTU untuk tujuh sektor industri dan akan berakhir pada tahun ini.
Ketua Umum ASAKI Edy Suyanto menjelaskan bahwa kebijakan HGBT yang hanya berlaku hingga 2024 menimbulkan kekhawatiran bagi tujuh industri penerima manfaat, termasuk keramik.
Baca juga: Pemberian Insentif Fiskal Bagi Industri Otomotif Dinilai Bakal Mendongkrak Perekonomian RI
Pasalnya, kehadiran kebijakan ini dinilai tepat bagi industri penerima karena mampu meringankan perusahaan dari sisi biaya.
"Ini kan menjadikan sebuah pertanyaan, menjadi sebuah kekhawatiran daripada semua industri yang tujuh sektor penerima HGBT, bagaimana kelanjutannya. Ini yang kami juga ingin mendapatkan sebuah kepastian," katanya dalam acara "Twin Fest 2024: Ceramic Tableware & Glassware Indonesia" di Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2024).
Edy menambahkan bahwa tanpa kebijakan HGBT, nasib industri keramik pada tahun 2020 bisa sangat berbeda.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib industri keramik saat ini jika pada 2020 HGBT tidak diberlakukan.
"Bagaimana nasibnya kami hari ini? Bagaimana daya saing industri keramik hari ini? Uncertainty-nya tinggi. Apalagi kita tahu 2020 itu semua orang menhadapi pandemi COVID-19," ujar Edy.
Menurut dia, kebijakan HGBT sangat membantu mengurangi biaya produksi, di mana lebih dari 30 persen mampu ditekan.
Keberlanjutan kebijakan HGBT dinilai bukan hanya penting bagi sektor keramik, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"HGBT harus jalan kalau memang pemerintah ingin mengejar pertumbuhan di atas 5 persen, 6 persen, bahkan sampai 8 persen. Untuk mengejar pertumbuhan 8 persen hanya satu rumusnya, industri dalam negeri mesti berkembang," ucap Edy.
"Industri dalam negeri bagaimana bisa berkembang kalau tidak didukung dengan energinya? Jadi the engine of growth untuk negara adalah manufaktur, industri. Nah, industri mati hidupnya tergantung kepada energi," lanjutnya.