Tujuh Provinsi Termasuk DKI Jakarta Siap Berlakukan New Normal, Dokter dan Pengusaha Beda Pandangan
Ada tujuh provinsi yang akan menjalankan fase kehidupan Normal Baru. Yakni DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, Aceh, Riau, Kaltara, Maluku dan Jambi
Editor: Yulis
Mardani H Maming menyarankan, dalam penerapan new normal tersebut, kegiatan ekonomi memerlukan kepastian dan tidak boleh berhenti terlalu lama.
Jika tidak, Mardani H Maming menjelaskan, ini akan berisiko menambah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengarahkan ke kondisi resesi.
"Karena pemerintah mau keluarkan keputusan ini. Jadi, boleh tetap bekerja, tetapi tetap mengikuti anjuran standar protokol kesehatan penanganan Covid-19," katanya.
Tidak lupa, pembahasan di forum kali ini tidak luput dari pandemi Covid-19, sehingga mengimbau kepada Ketum BPD di 34 provinsi untuk tidak terlalu memikirkan pandemi yang berujung membawa dampak buruk ke ekonomi.
"Kalau ikuti pandemi Covid-19 terus yang dipikirkan tidak ada habisnya. Anggota Hipmi harus diberikan siraman rohani, jasmani, dan mental biar tidak terbuai dengan pandemi Covid-19," kata Maming.
Kemudian, arahan lainnya dalam forum tersebut yaitu pihaknya akan membuat program mingguan yang akan disampaikan oleh senior-senior dari mantan Ketum Hipmi.
"Melalui koordinasi dengan Pembina Hipmi dan juga berkoordinasi dengan protokol istana," pungkas Maming.
Baca: Di Tengah Pandemi, Bea Cukai Bali Nusra Tetap Laksanakan Patroli Laut
Tidak Terburu
Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam menyiapkan protokol new normal atau tatanan normal baru produktif dan aman Covid-19.
"Jangan sampai teknis protokol-nya disiapkan secara terburu-buru, sehingga tidak matang dan malah memunculkan kebingungan baru di masyarakat," ujar Puan Maharani.
Menurut Puan, protokol new normal tentu akan berbeda-beda untuk setiap jenis
kegiatan atau lokasi.
Contohnya protokol di pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat kerja, atau tempat umum lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sendiri, kata Puan, telah menyusun beberapa pertimbangan bagi negara-negara sebelum menerapkan kehidupan normal baru.
"Seperti kemampuan untuk mengendalikan transmisi virus corona, kemudian
kemampuan rumah sakit untuk menguji, mengisolasi serta menangani tiap kasus dan melacak tiap kontak," ucap Puan Maharani.
Selain itu, Puan Maharani menyebut, kajian-kajian ilmiah sebelum penerapan kenormalan baru harus dilakukan secara mendalam sebagai acuan pengambilan kebijakan.
"Transparansi data menjadi penting, sebab pemerintah perlu menjelaskan kepada rakyat saat ini posisi Indonesia tepatnya ada di mana dalam kurva pandemic Covid-19, serta bagaimana prediksi perkembangannya ke depan," ujar Puan Maharani.
"Sehingga rakyat mengetahui jelas mengapa disusun protokol kenormalan baru," sambungnya.
Baca: Sektor Pariwisata Bisa Cepat Bangkit dengan Standar Kenormalan Baru
Lebih lanjut politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, dalam protokol kenormalan baru harus ada skenario dan simulasi apa yang harus segera dilakukan, jika nantinya ada gelombang baru penyebaran virus corona.
Oleh sebab itu, Puan meminta pemerintah harus benar-benar lengkap rincian antisipasi dan langkah-langkahnya, termasuk pihak mana saja yang bertanggungjawab atas setiap tindakan.
"Kesemuanya nanti harus dilakukan secara disiplin. Baik dari aparat pemerintah yang mengawasi, maupun juga disiplin dari warga," kata Puan.(Tribun Network/taufik ismail/youvan/seno)