Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono Minta Pemerintah Stabilkan Harga Cabai
Harga pangan menjelang Ramadhan mulai tidak terkendali, diantaranya harga cabai yang sudah beberapa pekan mengalami kenaikan yang signifikan.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Harga pangan menjelang Ramadhan mulai tidak terkendali, diantaranya harga cabai yang sudah beberapa pekan mengalami kenaikan yang signifikan. Harga cabai mencapai Rp150 ribu per kilogram dan terjadi merata di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Padahal komoditi cabai merupakan primadona apalagi menjelang hari raya. Hal ini tentu akan menjadi masalah yang cukup krusial jika tidak segera dilakukan stabilisasi harga.
Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono meminta pemerintah mengambil langkah taktis guna menekan laju harga cabai. Senator asal Provinsi Maluku itu khawatir masyarakat yang sudah sangat terpuruk oleh pandemi akan semakin terbebani.
“DPD RI meminta pemerintah melakukan langkah-langkah taktis dan tepat untuk menstabilkan harga cabai. Komoditi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Jangan sampai mereka terbebani dengan mahalnya harga, mengingat sekarang masih dalam kondisi pandemi,” ujar Nono Sampono dalam keterangannya, Senin (15/3/2021)
Nono menginginkan agar pemerintah tidak perlu tergesa-gesa melakukan impor. Apalagi persoalan harga bahan pangan yang naik jelang Ramadhan dan Hari Raya sebenarnya merupakan permasalahan yang biasa terjadi tiap tahun.
“Peristiwa kenaikan harga-harga termasuk cabai, sudah biasa jelang momen-momen tertentu. Pemerintah sebenarnya sudah tahu dan sebaiknya mengambil langkah yang paling mudah, seperti menampung hasil panen cabai dan mengatur sirkulasinya ke pasaran,” kata Nono.
Di sisi lain Nono meminta kementerian terkait, bersama Badan Ketahanan Pangan, BUMN dan para petani cabai berkoordinasi untuk mempercepat pasokan dan meredam kenaikan harga.
“Upaya jangka pendek yang dapat dilakukan untuk menstabilkan pasokan dan meredam kenaikan harga adalah menggelar operasi pasar atau pasar cabai murah,” lanjut pria kelahiran Bangkalan, Madura, 1 Maret 1953 itu.
Sementara itu, DKI Jakarta sebagai barometer harga komoditas nasional, Nono berharap pasokannya terjaga dengan baik. Dia memandang perlunya buffer stock berupa standing crop di wilayah-wilayah daerah penyangga yang bisa dikendalikan pemerintah.
“Pemerintah juga sebaiknya terus mengedukasi masyarakat untuk mengkonsumsi cabai olahan, baik kering, bubuk, pasta, sambal botol atau saus, dan tak tergantung pada cabai segar. Bahkan masyarakat bisa melakukan pengawetan sendiri saat harga cabai sedang murah,” jelasnya.
“Cabai juga bisa ditanam di pekarangan yang terbatas, bisa juga dengan sistem hidroponik. Jadi kita berharap masyarakat menanam di rumah masing-masing sehingga tidak terlalu terpengaruh apabila harga cabai sedang naik,” imbuh Nono.
Ke depan, Nono mendorong petani menerapkan inovasi rainshelter untuk melakukan tanam pada bulan off season (Juli-Agustus). Selain itu para petani cabai harus memperbaiki sistem budidaya dengan memanfaatkan teknologi secara optimal agar produktivitas meningkat
“Indonesia termasuk produsen cabai peringkat keempat sedunia. Dengan tingkat produksi yang tinggi semestinya kita mampu membuat sirkulasi distribusi yang tersistem dan juga pengolahan atau industri penyimpanan (stok) cabai untuk beberapa waktu,” pungkasnya.
Seperti diketahui, harga cabai mengalami kenaikan karena pasokan yang berkurang akibat berbagai faktor. Pertama kurangnya pertanaman akibat rendahnya harga sepanjang 2020 karena dampak pandemi COVID-19. Kedua penyebabnya adalah faktor cuaca ekstrim (la nina) yang mengganggu produksi. Terakhir bencana alam yang merusak pertanaman di beberapa wilayah. (*)