Ketua DPD RI: Akar Masalah Bangsa Adalah Tirani Mayoritas Partai Politik
LaNyalla mengatakan penundaan Pemilu 2024 penting untuk dibahas dan perlu mendapatkan perhatian dari masyarakat terkait partai politik yang mendukung
Editor: Content Writer
Sementara DPD RI, sebagai peserta pemilu perseorangan, yang merupakan representasi daerah, tidak memiliki kewenangan yang cukup kuat dalam konstitusi.
"Sehingga praktis, unsur non-partisan atau kelompok non partai politik tidak memiliki ruang yang cukup di Senayan. Sangat berbeda dengan sistem yang dibentuk para pendiri bangsa kita, di mana di dalam MPR sebagai Lembaga Tertinggi, saat itu terdiri dari anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan," urai LaNyalla.
Itu pun masih ditambah Fraksi ABRI, yang terdiri dari TNI dan Polri. Sehingga kedaulatan rakyat bukan hanya dimandatkan kepada politisi saja, tetapi
juga digawangi oleh utusan daerah, golongan-golongan dan TNI.
Kemudian semua komponen itu, menyusun arah perjalanan bangsa melalui GBHN. Mereka juga mengajukan dan kemudian memilih presiden dan wakil presiden sebagai mandataris MPR untuk menjalankan GBHN yang telah disusun.
"Sehingga presiden menjadi mandataris rakyat, alias petugas rakyat, bukan petugas partai. Ini sistem asli perwakilan dan permusyawaratan yang dibentuk oleh pemikiran luhur para pendiri bangsa kita. Sistem yang sesuai dengan watak dan DNA asli bangsa Indonesia," tutur LaNyalla.
Namun, kata LaNyalla, kemudian kita memutuskan menjadi bangsa lain. Menjadi bangsa-bangsa barat, yang menggunakan demokrasi pemilihan langsung sebagai demokrasi prosedural.
"Menang-menangan angka. Dan rakyat adalah angka-angka itu. Dan rakyat hanya memiliki ruang evaluasi 5 tahun sekali melalui pemilu. Nah, celakanya ruang evaluasi rakyat itu akan ditunda juga oleh partai politik," demikian LaNyalla.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.