Kenapa Australia Tidak Marah Saat Amerika Serikat Terapkan Hukuman Mati?
Nasib Chan dan Sukumaran telah menarik simpati rakyat Australia dalam beberapa bulan terakhir.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, CANBERRA - Dalam pernyataan kepada wartawan, Perdana Menteri Australia Tony Abbott menegaskan, hubungan antara Australia dan Indonesia tidak akan bisa sama lagi setelah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dieksekusi di Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2015).
"Australia menghormati sistem hukum Indonesia, kedaulatan Indonesia. Namun, kami mengecam keras eksekusi ini. Karena itu, hubungan dengan Indonesia tidak akan bisa sama lagi. Begitu proses yang terkait dengan Chan dan Sukumaran selesai, kami akan menarik duta besar kami untuk konsultasi," kata Abbott.
Sebelumnya, pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri Australia, Steven Ciobo, mengutuk pelaksanaan eksekusi hukuman mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ciobo melalui akun Twitter-nya menyebut pelaksanaan eksekusi ini sebagai "penyalahgunaan kekuasaan".
Chan dan Sukumaran adalah pemimpin kelompok penyelundup heroin dari Australia yang berjumlah sembilan orang. Bersama-sama, mereka berupaya memasukkan 8,3 kilogram heroin melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, pada 2006 lalu.
Namun, aksi mereka dapat dicegah aparat Indonesia berkat informasi dari kepolisian Australia. Mereka lalu dihadapkan ke pengadilan dan dijatuhi vonis hukuman mati.
Nasib Chan dan Sukumaran telah menarik simpati rakyat Australia dalam beberapa bulan terakhir. Sebagian besar menentang hukuman yang dijatuhkan pengadilan Indonesia kepada duo tersebut.
Bahkan, Pemerintah Australia menggunakan berbagai macam cara untuk membujuk Pemerintah Indonesia agar hukuman mati bisa diluputkan. Pada saat bersamaan, pemerintah Australia secara tegas menyuarakan sikap anti-hukuman mati.
Bukan sikap baru
Sikap itu bukanlah sesuatu yang baru. Pada 1993, Pemerintah Australia menentang tindakan Pemerintah Malaysia yang mengeksekusi dua penyelundup heroin bernama Michael McAuliffe dan Kevin Barlow. Sebelumnya, pada 1986, sikap itu juga diutarakan tatkala Malaysia mengeksekusi Brian Chambers.
Lalu, pada 2005, Pemerintah Australia juga menolak aksi Singapura yang mengeksekusi warga Australia bernama Van Tuong Nguyen pada 2005 ketika diketahui dia berupaya menyelundupkan heroin di tubuhnya.
Di Australia, alasan mengapa sebagian besar orang menolak hukuman mati karena hukuman tersebut dipandang tidak manusiawi. Ada pula anggapan negatif bahwa sistem hukum negara-negara yang mengeksekusi terpidana mati cenderung korup.
Anggapan itu mengemuka lagi ketika seorang pengacara di Bali, Muhammad Rifan, mengatakan kepada surat kabar the Sydney Morning Herald bahwa dia sepakat membayar majelis hakim sebesar 130.000 dollar Australia atau sekitar Rp 1,3 miliar agar Chan dan Sukumaran dijatuhi hukuman penjara kurang dari 20 tahun.
Rifan mengaku uang telah dibayarkan, tetapi majelis hakim mengatakan mereka telah diperintahkan pejabat senior pemerintah untuk menerapkan hukuman mati. Belakangan, salah seorang hakim menepis pengakuan Rifan. Menurut dia, mereka menjatuhkan putusan tanpa campur tangan politik atau negosiasi di bawah meja.