Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Donald Trump, Presiden Paling Rajin Bikin Kebijakan dan Pernyataan Kontroversial

November 2018, Donald Trump meminta pemerintah Meksiko mendeportasi para imigran yang mencoba masuk ke AS.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Donald Trump, Presiden Paling Rajin Bikin Kebijakan dan Pernyataan Kontroversial
Business Insider
Presiden Amerika Serikat Donald Trump 

Kebijakan Donald Trump itulah yang akhirnya memicu perang dagang dengan Tiongkok hingga kini.

Trump ternyata tidak hanya 'berkontroversi' pada bidang politik, namun dalam desain interior kantornya di Gedung Putih pun, pengusaha satu ini tidak mau kalah.

Pada Agustus 2018, ia tidak mau mengalah terhadap permintaan kecil sang istri, Melania Trump yang telah mendekorasi interior bangunan bersejarah AS itu.

Donald Trump dikabarkan kembali mengganti furnitur yang telah dpilih istrinya, ia menolak selera minimalis Melania.

Berlanjut pada September 2018, ayah dari Ivanka Trump itu kembali membuat pernyataan kontroversial. Di hadapan ratusan jurnalis, Donald Trump mengklaim memiliki otak yang 'sangat besar', sehingga seluruh pemimpin dunia menghormati dan menghargainya.

Termasuk Tiongkok, negara yang dianggap tidak suka atas terpilihnya Trump sebagai Presiden AS.

Pernyataan tersebut ia sampaikan di hadapan ratusan awak media dari AS maupun negara lainnya saat menggelar konferensi pers di sebuah hotel di New York, usai mengikuti pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Berita Rekomendasi

Mendekati akhir tahun, tepatnya pada Oktober 2018, Trump kembali memunculkan kebijakan kontroversialnya.

Ia berencana menandatangani surat perintah eksekutif untuk mengakhiri hak konstitusional terkait status kewarganegaraan bayi yang lahir dari imigran ilegal di negaranya.

Trump menyatakan bahwa suatu hal yang konyol jika memberikan hak penuh terhadap siapapun, hanya karena mereka lahir dan tinggal selama beberapa dekade di AS.

Ia mengklaim memiliki kuasa dan bisa saja mengakhiri sistem tersebut dengan perintah eksekutif, tanpa perlu melakukan amandemen konstitusi.

Kemudian kontroversinya berlanjut pada kasus pembunuhan Jurnalis senior Arab Saudi Jamal Khashoggi.

Ia diduga mendukung Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) yang dituduh menjadi dalang dibalik pembunuhan Kolumnis The Washington Post itu.

Hubungan bilateral antara AS dan Arab Saudi yang selama ini terjalin sangat baik, membuat Trump dinilai tidak objektif.

Trump dianggap membela MBS dengan menyatakan bahwa kasus tersebut telah dikembangkan menjadi opini yang menyudutkan Saudi, padahal menurutnya fakta-fakta mengenai kasus profil tingkat tinggi itu masih belum jelas.

November 2018, Donald Trump meminta pemerintah Meksiko mendeportasi para imigran yang mencoba masuk ke AS.

Ia menegaskan bahwa Meksiko harus mengembalikan para imigran itu ke negara masing-masing karena semakin banyak imigran yang berusaha memasuki wilayah negaranya melalui Meksiko.

Trump menuding banyak diantara mereka yang mencoba menyeberang ke AS merupakan para pelaku kriminal, sehingga AS akan menutup perbatasan tersebut secara permanen jika diperlukan.

"Meksiko harus membawa seluruh imigran itu, banyak diantara mereka adalah pelaku kriminal, kembalikan ke negara masing-masing, gunakan pesawat, bus, lakukan dengan cara apapun yang kalian mau, tapi mereka tidak diizinkan masuk ke Amerika Serikat, kami akan menutup perbatasan itu secara permanen jika memang diperlukan. Kongres, tolong danai pembangunan dinding itu," tulis Trump dalam akun Twitternya.

Pada Desember 2018,  Trump kembali membuat jengkel Tiongkok saat KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina.

Baca: Reklame Coblos Kabah Romahurmuzy Disegel karena Tak Berizin, PPP Mengaku Tak Tahu-Menahu

Setelah pertemuan penting antara Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping, pejabat Tiongkok pun dibuat 'bingung dan jengkel' oleh perilaku administrasi Trump.

Seorang mantan pejabat pemerintah AS yang enggan disebutkan namanya itu sempat menghubungi pejabat Tiongkok.

Ia menegaskan agar AS tidak 'bermain-main' dengan negeri tirai bambu.

"Anda tidak akan melakukan ini dengan orang Tiongkok, anda tidak akan berani mengumumkan semua konsesi mereka di depan umum, ini cuma kegilaan semata," kata mantan pejabat AS itu.

Sementara Trump dan Xi telah bertemu dalam jamuan makan malam selama digelarnya KTT G-20.

Setelah jamuan, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua negara telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama 90 hari terkait perang dagang. Namun tidak begitu dengan China yang masih belum mau mengakui batas waktu 90 hari terkait kesepakatan itu. 

Baca: Sandiaga Uno Resmikan Posko Pemenangan di Kampung Jokowi

Bahkan perang pun tampaknya terus berlanjut lantaran negara tersebut tidak menyatakan bahwa mereka akan 'segera' meningkatkan pembelian alat pertanian dari AS.

Lalu pada bulan yang sama, menjelang Natal dan Tahun Baru, pemerintah AS tutup secara parsial atau disebut government shutdown dan berdampak pada sejumlah sektor.

Satu diantaranya sektor pertanian, pedagang komoditas AS merasa ragu terkait adanya shutdown. Shutdown itu menyebabkan laporan harian dan mingguan ekspor pertanian tertutup.

Padahal mereka ingin melihat apakah China menindaklanjuti janji impor gandum dan kedelai di tengah gencatan senjata perang dagang antara kedua negara 

Para pedagang tersebut cemas menunggu bukti dari Departemen Pertanian AS terkait janji itu.

Sebelumnya, setelah AS dan China menyatakan gencatan senjata terkait perang dagang, China berjanji akan meningkatkan pembelian biji-bijian dan kedelai dari petani AS yang tengah mempersiapkan penanaman pada musim semi mereka.

Para petani AS kini memang berusaha untuk mendapatkan pendanaan untuk benih, pupuk serta sewa tanah.

Itulah kaleidoskop mengenai dampak yang ditimbulkan oleh pernyataan maupun kebijakan kontroversial Presiden AS Donald Trump pada 2018 ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas