Memanasnya Hubungan AS-Iran Bisa Berimbas Ke Melambungnya Harga Minyak
Setelah kematian Soleimani, hubungan kedua negara yang sebelumnya memiliki ketegangan ini memang semakin memanas.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para Ekonom dunia termasuk Indonesia memprediksi ketegangan hubungan yang makin meningkat antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran pasca terbunuhnya Jenderal Pasukan Quds Qasem Soleimani akan berdampak pada perekonomian global.
Soleimani merupakan tokoh yang sangat dihormati di Iran dan Irak, ia terbunuh dalam serangan yang dilakukan oleh AS di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Setelah kematian Soleimani, hubungan kedua negara yang sebelumnya memiliki ketegangan ini memang semakin memanas.
Ketegangan ini pun diprediksi akan mendorong harga minyak meningkat secara signifikan dan berdampak pula pada banyak negara di dunia.
Baca: 4 Pakar Nuklir Iran yang Tewas Dibunuh, Mossad, Dinas Rahasia Israel Jadi Tertuduh Utama
Baca: Ini Sosok Qassem Soleimani, Jenderal Top Iran yang Tewas Dibom AS hingga Disebut Picu Perang Dunia 3
Baca: Iran Menggelar Sayembara Tawarkan Hadiah Rp 1,1 Triliun untuk Membunuh Donald Trump
Bahkan harga minyak disebut bisa mencapai angka lebih dari USD 100 per barrel.
Seperti yang disampaikan Head of Research Division PT BNI Sekuritas Damhuri Nasution yang menilai kenekatan AS bisa berdampak buruk pada ekonomi banyak negara.
Karena Iran merupakan salah satu negara penghasil minyak mentah dunia.
"AS nekat menyerang Iran, ini membahayakan ekonomi dunia, harga minyak bisa melambung di atas USD 100 per barrel," ujar Damhuri, di kawasan Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020).
Perlu diketahui, sebanyak 30 persen minyak dikirim melalui Selat Hormuz.
Serangan AS yang mengakibatkan tewasnya jenderal Iran ini tentunya akan mendorong negara di Timur Tengah itu untuk menutup akses tersebut.
Hal ini pada akhirnya akan memberikan dampak buruk dan menimbulkan resesi ekonomi.
"Kalau Iran diserang, Iran bisa menutup Selat Hormuz, selesai aliran minyak dunia (sebesar) 30 persen. Dan harga minyak jadi tinggi, itu namanya bisa berujung resesi ekonomi dunia," tegas Damhuri.
Tentunya jika AS dan Iran tidak menahan diri, maka tekanan geopolitik ini akan semakin meluas.
Dampak lainnya juga akan berimbas pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"BBM yang tidak subsidi akan naik, itu akan berdampak ke inflasi. Ini risikonua kalau geopolitik terus memanas," kata Damhuri.
Menurutnya, dari ketegangan ini terlihst ada penguatan pada saham di sejumlah sektor seperti emas hingga batu bara.
Karena para investor ini memilih main aman dengan berinvestasi pada sektor yang sekiranya tidak terdampak.
"Investor mencari aset-aset safe haven (yang stabil) seperti emas dan batu bara," pungkas Damhuri.