Konflik Meruncing, Thailand Minta Suhendra dan Wali Nanggroe Jadi Juru Damai
Bersama Malik Mahmud, Suhendra akan segera menyiapkan 'road map' dan skema perdamaian di Thailand selatan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah konflik internal yang meruncing di Thailand selatan, negeri Gajah Putih ini meminta tokoh intelijen internasional Suhendra Hadikuntono dan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar untuk memainkan peran sentral dalam menyiapkan skema perdamaian di Thailand selatan.
Permintaan itu datang dari Panglima Angkatan Darat Kerajaan Thailand Jenderal Apirat Kongsompong saat bertemu dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andhika Perkasa dan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar di Aceh, baru-baru ini.
Di sisi lain, Jenderal Sutipan Siririkanon dari Komisi Militer Parlemen Thailand, yang juga tokoh dan representasi kaum Muslim di Thailand juga meminta Suhendra Hadikuntono menjadi juru damai konflik yang sama.
Hal itu disampaikan Datuk Seri Sutipan dalam pembicaraan melalui telepon dengan Suhendra Hadikuntono, Rabu (29/1/2020).
Konflik di Thailand selatan antara umat Muslim yang merasa dimarjinalkan atau diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Thailand telah terjadi sejak tahun 1960.
Konflik bermula dari aneksasi atau pencaplokan wilayah dan kedaulatan Kesultanan Pattani oleh negara Thailand.
Selain Pattani, tiga provinsi lain yang berpenduduk mayoritas Muslim juga mendapat perlakuan diskriminatif, yakni Yala, Narathiwat, dan Songkhla.
Perlawanan terhadap pemerintah pusat Thailand dilakukan oleh The Pattani United Liberation Organisation (PULO), Barisan Revolusi Nasional (BRN), dan Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP).
Muslim di Thailand banyak dijumpai di beberapa provinsi wilayah selatan, antara lain Pattani (80%), Yala (68,9%), Narathiwat, Satun (67,8%), dan Songkhla.
Seluruh provinsi tersebut dahulunya masuk wilayah kerajaan Pattani Raya pada abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri.
Konflik itu kini terus berlarut dan semakin meruncing karena pemerintah Thailand dianggap terlalu represif dalam merespons aspirasi kaum Melayu Muslim di Thailand selatan.
Jumlah korban selama konflik sampai saat ini sudah mencapai ribuan jiwa melayang dan puluhan ribu orang luka-luka.
Konflik tak kunjungi bisa ditengahi, bahkan November 2019 lalu 39 jiwa lainnya kembali menjadi korban.
Ditanya soal kesediaannya berperan menjadi juru damai Thailand selatan, Suhendra mengaku bersedia namun akan tetap berkonsultasi dan minta restu dulu kepada Presiden Joko Widodo.
"Ini suatu kehormatan bagi saya pribadi. Tapi bagaimana pun, saya ini masih warga negara Indonesia, sehingga saya tetap akan minta restu Bapak Presiden Jokowi terlebih dahulu. Jangan sampai ada kesan kita melangkahi beliau," ujar Suhendra, Rabu (29/01/2020).
Bersama Malik Mahmud, Suhendra akan segera menyiapkan 'road map' dan skema perdamaian di Thailand selatan.
Secara garis besar, perdamaian antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang melahirkan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 akan menjadi acuan penyusunan skema perdamaian di Thailand selatan.
"Saya dan Wali Nanggroe segera berangkat ke Bangkok dan Thailand selatan untuk melakukan identifikasi masalah dan pembicaraan awal dengan semua pemangku kepentingan yang terkait konflik di Thailand selatan," tegas Suhendra.