Warga Malaysia Tersangka Kasus Narkoba Divonis Mati via Zoom oleh Hakim Singapura
Seorang pria Malaysia, Punithan Genasan, dijatuhi hukuman mati di Singapura lewat video call via Zoom.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria Malaysia, Punithan Genasan, dijatuhi hukuman mati di Singapura lewat video call via Zoom.
Warga negara Jiran itu menerima hukuman karena terbukti bertransaksi heroin pada 2011 silam.
Melihat Singapura menjalankan aturan social distancing yang ketat, hukuman mati via Zoom ini jadi yang pertama terjadi di Negeri Singa.
"Demi keselamatan semua yang terlibat dalam persidangan, persidangan untuk Jaksa Penuntut Umum v Punithan A/L Genasan dilakukan melalui konferensi video," kata juru bicara pengadilan tertinggi Singapura, dikutip dari Al Jazeera.
Baca: Pria di Singapura Nekat Langgar Lockdown Demi Mencuri Pakaian Dalam
Baca: Muncul Ratusan Kasus Baru Covid-19 di Singapura
Juru bicara pengadilan mengatakan ini menjadi kasus kriminal pertama yang mendapat hukuman mati melalui sidang jarak jauh.
Sementara itu pengacara Genasan, Peter Fernando, mengatakan kliennya menerima putusan hakim via panggilan Zoom.
Kini pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Kendati demikian, sejumlah kelompok HAM menilai putusan via video call tidak etis untuk memberikan putusan dalam kasus kriminal besar.
Namun, Fernando merasa tidak keberatan, menurutnya panggilan pada Jumat lalu itu hanya untuk menerima putusan hakim.
Itu sangat jelas dan tidak ada argumen hukum lainnya untuk dipresentasikan.
Baca: Ada 682 Kasus Baru, Angka Positif Corona di Singapura Tembus 28 Ribu
Baca: Jumlah Penumpang Pesawat Menurun, Terminal 2 dan 4 Bandara Changi Singapura Ditutup
Disisi lain, perwakilan perusahaan Zoom yang berbasis di California bungkam perihal sidang Zoom ini.
Sebenarnya selama ini Singapura banyak menunda pengadilan karena pembatasan sosial.
Terhitung sejak April lalu aktivitas di pengadilan telah ditutup.
Bahkan pembatasan sosial ini akan terus berlaku hingga 1 Juni 2020 mendatang.
Namun, sebagian kasus kriminal yang kecil tetap disidangkan lewat jarak jauh.
Menyoal hukuman mati pada Fernando, Singapura memang tidak menoleransi transaksi maupun penggunaan obat-obatan terlarang.
Sejak beberapa dekade terakhir, Negeri Singa sudah banyak memvonis mati puluhan orang asing karena pelanggaran narkotika.
"Penggunaan hukuman mati di Singapura pada dasarnya kejam dan tidak berperikemanusiaan."
"Penggunaan teknologi jarak jauh seperti Zoom untuk menjatuhkan hukuman mati pada pria membuatnya semakin parah," kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch (HRW).
Baca: Singapura Resmi Tunda Keberangkatan Haji Tahun Ini
Baca: Singapura Beri Bantuan 10.000 Masker KN95 Untuk Pemkot Batam
HRW juga mengkritik kasus serupa di Nigeria di mana hukuman mati disampaikan melalui Zoom.
Negara-negara lain yang mengeksekusi pelanggaran terkait narkoba antara lain China, Iran, Arab Saudi, Indonesia, dan Singapura.
Singapura juga mempertahankan hukuman mati wajib, dalam keadaan tertentu untuk pelaku pembunuhan dan perdagangan narkoba.
Meskipun sebenarnya bertentangan dengan perlindungan internasional dan pembatasan penggunaan hukuman mati.
Menurut Amnesty International, dua orang dieksekusi di Singapura karena tuduhan terkait narkoba pada 2019 silam.
Sementara dua orang lainnya digantung karena jadi otak pembunuhan.
"Kasus ini adalah pengingat lain bahwa Singapura terus menentang hukum dan standar internasional dengan menjatuhkan hukuman mati untuk perdagangan narkoba dan sebagai hukuman wajib," kata penasihat hukuman mati Amnesti, Chiara Sangiorgio, dalam sebuah pernyataan.
"Ini harus diakhiri sekarang. Pada saat perhatian global difokuskan pada penyelamatan dan perlindungan jiwa dalam pandemi, pengejaran hukuman mati semakin membenci," tambahnya
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.