AS dan Proksinya Terang-terangan Menjarah Emas Hitam Suriah
Presiden AS Donald Trump pernah menyatakan akan menarik pasukan AS dari Suriah, meninggalkan sebagian tentaranya untuk menjaga minyak.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Dari sekitar 35 persen pendapatan ekspor migas Suriah itu, memungkinkan negara menikmati swasembada pasokan minyak, sambil bergantung pada impor hanya untuk sebagian kecil dari kebutuhan gas alamnya.
Menurut data Administrasi Informasi Energi AS, negara tersebut menghasilkan rata-rata sekitar 400.000 barel minyak per hari pada 2009. Produksi minyak itu nilainya sekira $ 730 juta per bulan berdasarkan harga minyak saat ini, tidak memperhitungkan biaya produksi dan transportasi.
Ketika negara itu terjerumus peperangan, kelompok-kelompok militan anti-pemerintah dan teroris jihadis mulai menggerogoti produksi minyak dan gas Suriah.
ISIS Juga Menjarah Minyak, Mengirim ke Turki dan Yordania
Mereka mengambil kendali atas sebagian besar wilayah, termasuk pusat kaya hidrokarbon dan timur laut negara itu, dan menutupnya. Mereka juga mengganggu produksi dan transportasi, serta kemampuan pembangkit listrik negara.
Pada 2013, total produksi minyak turun menjadi 59.000 barel per hari, dan setahun kemudian, turun lebih jauh menjadi hanya 33.000 barel per hari, atau 8 persen dari produksi negara sebelum perang.
Pada saat inilah ISIS atau Daesh mulai mendirikan 'kekhalifahan' di Irak barat dan Suriah utara. Mereka menguasai sekitar tiga perempat cadangan minyak Suriah di Deir ez-Zor.
Antara 2014 dan 2015, ISIS memanfaatkan ketidakmampuan Damaskus untuk mengusir para teroris, memompa jutaan barel minyak dari lading-ladang minyak al-Omar, al-Tanak, al-Dhafra dan fasilitas minyak lainnya.
Emas hitam itu diselundupkan ke luar negeri menggunakan truk-truk tanker komersial, menuju Turki dan Yordania. Minyak jarahan itu dijual sangat murah, harganya antara $ 15 dan $ 60 per barel, jauh di bawah harga pasar saat itu.
Para teroris dapat melanjutkan perdagangan minyak ilegal mereka terlepas dari operasi koalisi antiISIS yang dipimpin AS di daerah tersebut. Laporan intelijen Rusia menyebutkan lebih dari 5.500 serangan udara terjadi antara Agustus 2014 hingga Agustus 2015.
Militer Rusia kemudian datang ke Suriah pada September 2015. Kehadiran pasukan Rusia berdampak signifikan.
Perang melawan teroris diawali usaha memberangus penjarahan minyak oleh kelompok-kelompok teroris pada Desember 2015.
Lebih dari 1.000 truk tangki minyak, 32 kilang, dan hampir dua lusin stasiun pompa minyak dihancurkan. Usaha ini memangkas pendapatan minyak kaum teroris, yang pernah diperkirakan mencapai $ 2 miliar sebulan, menjadi hanya sekitar $ 1,5 juta per hari.
Pasukan AS Bergerak Masuk ke Suriah