Johnson & Johnson Hentikan Sementara Uji Vaksin Covid-19, Relawan Jatuh Sakit
Salah satu pengembang vaksin virus corona terkemuka menghentikan sementara uji coba vaksinnya lantaran beberapa peserta jatuh sakit.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu pengembang vaksin virus corona terkemuka menghentikan sementara uji coba vaksinnya lantaran beberapa peserta jatuh sakit.
Seperti yang dilansir Mirror, Johnson & Johnson menyebut pihaknya menunda vaksin Covid-19 dikarenakan munculnya penyakit pada relawan vaksin.
Namun, J&J tidak menjelaskan lebih lanjut sakit apa yang dialami peserta vaksin.
Penyakit peserta vaksin kini sedang ditinjau dan dievaluasi oleh data independen dan dewan pemantauan keamanan serta dokter klinis, ungkap Johnson & Johnson dalam sebuah pernyataan.
J&J mengatakan bahwa penundaan seperti itu normal, terlebih lagi dalam percobaan besar, yang melibatkan puluhan ribu orang.
Baca juga: Mengenal 3 Vaksin Corona yang Tersedia di Indonesia Bulan Depan: Cansino, Sinopharm, dan Sinovac
Baca juga: Pemerintah Sebut Vaksin Virus Corona akan Tersedia Bulan Depan, Berikut Kelompok yang Jadi Prioritas
Sementara itu, Dr William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Fakultas Kedokteran Universitas Vanderbilt, mengatakan melalui email bahwa semua orang waspada karena apa yang terjadi dengan AstraZeneca.
Ia menyebut bahwa mungkin diperlukan waktu seminggu untuk mengumpulkan informasi.
"Itu pasti kejadian buruk yang serius. Jika itu seperti kanker prostat, diabetes yang tidak terkontrol atau serangan jantung, mereka tidak akan menghentikannya karena alasan-alasan itu."
"Ini kemungkinan besar merupakan penyakit neurologis," katanya.
Johnson & Johnson bukan satu-satunya pengembang vaksin virus corona yang sempat menghentikan uji klinisnya.
September lalu, AstraZeneca, juga menghentikan uji vaksin karena alasan yang sama.
Dilansir Mirror, AstraZeneca Plc - yang bekerja bersama Universitas Oxford - mengonfirmasi bahwa mereka harus menghentikan sementara pengembangan vaksin untuk melakukan peninjauan data keselamatan.
Tidak diketahui apakah pengembang terdepan vaksin yang membuat keputusan itu atau diperintahkan oleh badan pengatur, lapor Stat News.
Sifat dari reaksi merugikan atau kapan reaksi itu terjadi pun tidak dibeberkan.