Peringatan 10 Tahun Bencana Tsunami, Ini Cerita Tiga Warga Jepang dalam Merajut Asa
Satu dekade kemudian banyak yang telah berubah di sepanjang ratusan mil garis pantai yang sebelumnya hancur.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
"Awalnya saya tidak bisa memikirkan apapun, lalu pada tahun 2015 saya datang ke Okuma dan menemukan pekerjaan yang bisa membantu upaya pemulihan," kata Sato.
Baca juga: Peringati Satu Dekade Gempa Bumi Jepang Timur, Dubes Jepang Ucapkan Terima Kasih untuk Indonesia
Saat itu, kota tersebut telah kosong selama 4 tahun, meskipun 11.500 penduduknya yang tersebar di seluruh negeri diizinkan untuk melakukan kunjungan singkat pada siang hari.
Namun hari ini, tepat pada peringatan tsunami, hanya 300-an orang yang telah kembali secara permanen sejak perintah evakuasi dicabut pada 2019 dan penduduknya diizinkan untuk menginap.
"Saya berbicara dengan banyak penduduk desa yang mengatakan kepada saya bahwa mereka sangat ingin bertemu dengan tetangga lama mereka, jadi saya memutuskan untuk mengatur pertunjukkan musik dan tari tradisional untuk mewujudkannya, untuk memberi kesan kepada orang-orang bahwa mereka bersama-sama bisa mengendalikan nasib mereka sendiri," tegas Sato.
Sato kemudian membuat peta yang menunjukkan lokasi acara budaya, termasuk festival musim panas Obon, saat orang berkumpul untuk menyanyi dan menari untuk menghormati leluhur mereka.
Baca juga: Jepang Beri Penghormatan kepada Korban Gempa Bumi dan Tsunami 2011
"Tidak masalah acara seperti apa, ini tentang orang-orang yang ingin melakukan sesuatu bersama-sama lagi dan kembali ke akar mereka. Kata 'pemulihan' bisa membuat mereka lelah secara mental, namun apa arti sebenarnya? Bagi saya, ini tentang individu yang mengendalikan hidup mereka sendiri, mencapai sesuatu yang dapat mereka lihat dengan mata kepala sendiri. ”
Hubungan emosionalnya dengan kota itu pun semakin kuat setelah ia menikah dengan Nobuyoshi Sato, yang bekerja sebagai manajer produksi di sebuah perkebunan strawberry yang didirikan untuk meningkatkan ekonomi warga lokal.
Muneo Kanno, seorang petani padi di Fukushima
Saat ada perintah bagi warga desa Litate untuk pergi saat tsunami menerjang, pikiran Muneo Kanno langsung tertuju ke ternak dan hasil panennya.
Krisis tiga kali lipat di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi telah memaksa evakuasi puluhan ribu orang yang tinggal dalam jarak 20 km dari fasilitas yang hancur itu.
Namun, sebagian besar dari 6.000 penduduk Litate tetap memutuskan untuk tinggal, mereka yakin akan tetap dalam kondisi aman karena rumah mereka jauh di luar zona evakuasi resmi.
Pemerintah setempat tidak memerintahkan evakuasi sampai beberapa minggu pasca tsunami, setelah ahli radiasi menemukan beberapa titik api di desa yang berjarak 48 km dari pembangkit listrik.
Kanno selalu melakukan kunjungan rutin ke rumah dari tempat evakuasinya untuk memantau tanaman padinya.
Namun istrinya memilih untuk tidak kembali ke desa itu hingga peringatan evakuasi secara resmi dicabut pada 2017, menyusul operasi dekontaminasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di prefektur Fukushima.
Baca juga: Pemerintah Jepang Kenang 1 Dekade Pasca Gempa dan Tsunami Fukushima