PBB: 149 Orang Tewas, Ratusan Hilang dalam Kerusuhan Myanmar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut terjadi lonjakan korban jiwa di Myanmar sejak kudeta 1 Februari lalu
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut terjadi lonjakan korban jiwa di Myanmar sejak kudeta 1 Februari lalu.
Bukan itu saja, PBB mengatakan ada banyak demonstran yang ditahan menghadapi penyiksaan dan ratusan telah hilang.
"Korban tewas telah melonjak selama seminggu terakhir di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan mematikan, semakin agresif terhadap aksi demonstrasi damai," kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Ravina Shamdasani kepada wartawan seperti dilansir Reuters, Rabu (17/3/2021).
Secara total, katanya, PBB mencatat total 149 orang telah meninggal dalam tindakan brutal aparat keamanan terhadap aksi protes anti kudeta, sejak 1 Februari.
Bahkan menurut dia, jumlah sebenarnya pasti jauh lebih tinggi lagi.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 180 orang telah tewas, termasuk 74 orang pada hari Minggu saja.
Selain pembunuhan itu, Shamdasani memperingatkan bahwa pasukan keamanan terus secara sewenang-wenang menangkap dan menahan orang-orang di seluruh negeri, dengan setidaknya 2.084 orang saat ini ditahan.
"Laporan penyiksaan yang sangat menyedihkan dalam tahanan juga terjadi" katanya.
Paling tidak PBB mencatat "setidaknya lima kasus kematian dalam tahanan telah terjadi dalam beberapa minggu terakhir."
Dia menambahkan bahwa "setidaknya dua jenasah korban telah menunjukkan tanda-tanda terjadi kekerasan fisik yang keji yang menunjukkan bahwa mereka disiksa".
"PENGHILANGAN PAKSA"
Selain itu, "ratusan orang yang telah ditahan secara melawan hukum tetap tidak ditemukan atau hilang dan belum diakui oleh otoritas militer".
Ini, kata Shamdasani, "adalah penghilangan paksa".
Baca juga: Uni Eropa Akan Jatuhkan Sanksi Terhadap Kepentingan Bisnis Junta Militer Myanmar Pekan Depan
Komentarnya muncul setelah pasukan keamanan meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap demonstran anti-kudeta, meskipun ada seruan internasional untuk menahan diri.