Jokowi Desak Aparat Myanmar Hentikan Cara Kekerasan Hadapi Pengunjuk Rasa
Indonesia mendesak aparat militer di Myanmar menghentikan penggunaan kekerasan dalam menghadapi pengunjuk rasa agar tidak menambah korban jiwa.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan duka cita atas konflik yang terjadi di Myanmar. Terutama kepada korban dan keluarga korban unjuk rasa memprotes kudeta militer.
"Atas nama pribadi dan seluruh rakyat Indoensia saya menyampaikan duka cita dan simpati yang dalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar," demikian pernyataan Presiden Jokowi yang disampaikan di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (19/3/2021).
Indonesia kata Presiden mendesak aparat militer di Myanmar menghentikan penggunaan kekerasan dalam menghadapi pengunjuk rasa agar tidak menambah korban.
"Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan, sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama," kata Presiden.
Baca juga: Junta Myanmar Tuding Aung San Suu Kyi Lakukan Korupsi, Pengacara: Itu Tidak Berdasar
Baca juga: Pengadilan Myanmar Tunda Sidang Aung San Suu Kyi Karena Masalah Internet
Indonesia juga mendesak, agar segera dilakukan dialog, rekonsiliasi untuk memulihkan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar.
"Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan sultan Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN agar segera dimungkinkannya diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar," kata Presiden.
Sebelumnya kondisi di Myanmar kian memperhatikan pasca Kudeta Militer terhadap Pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Gelombang unjuk rasa terjadi hampir di seluruh wilayah yang dulunya bernama burma tersebut.
Aparat menggunakan cara kekerasan dalam menghadapi gelombang protes. Akibatnya warga sipil banyak yang tewas.
Per Kamis kemarin 217 orang tercatat tewas selama aksi unjuk rasa berlangsung.
Berita terkini terkait krisis Myanmar