Aktivis Myanmar Serukan Kampanye Tak Bayar Listrik hingga Larang Anak-anak Bersekolah
Aktivis Myanmar menyerukan kampanye tak bayar listrik hingga melarang anak-anak bersekolah karena tak ingin berpartisipasi dalam sistem junta militer.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Para aktivis antikudeta militer Myanmar menyerukan kepada orang-orang untuk berhenti membayar tagihan listrik, pinjaman pertanian, dan melarang anak-anak bersekolah.
Dikutip dari Channel News Asia, kampanye tersebut tersebar di kota-kota besar Myanmar pada Senin (26/4/2021).
Para aktivis pro-demokrasi itu menegaskan, mereka tidak akan berpartisipasi dan bekerja sama dalam sistem pemerintahan junta militer.
"Kita semua, orang-orang di kota-kota kecil, kelurahan dan kemudian daerah dan negara bagian harus bekerja sama untuk melakukan boikot yang berhasil terhadap junta militer," kata aktivis Khant Wai Phyo dalam pidatonya di sebuah protes di pusat kota Monywa.
"Kami tidak berpartisipasi dalam sistem mereka, kami tidak bekerja sama dengan mereka," sambung Khant Wai Phyo.
Selanjutnya, para aktivis juga mencemooh janji Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada KTT ASEAN di Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Menurut para aktivis, junta tidak tunduk pada seruan pembebasan tahanan politik termasuk pemerintah sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Australia Desak 5 Poin Konsensus KTT ASEAN Diterapkan Segera Mungkin untuk Bantu Myanmar
Mereka pun menyayangkan dalam lima konsensus KTT ASEAN tidak menyinggung tentang tahanan politik secara spesifik.
Perjanjian tersebut hanya menyebutkan bahwa ASEAN mendukung seruan pembebasan Myanmar, tetapi tidak menentukan tenggat untuk mengakhiri krisis.
Lebih lanjut, kampanye pemogokan dalam hampir tiga bulan di Myanmar telah melumpuhkan ekonomi dan meningkatkan prospek kelaparan.
Tak hanya itu, diperkirakan 750 orang telah terbunuh oleh pasukan keamanan yang ingin meredam aksi protes.
Reuters tidak dapat memastikan jumlah korban yang tewas, karena junta secara signifikan mengekang kebebasan media, dan banyak jurnalis telah ditahan.
Menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) pada Sabtu (24/4/2021), 3.389 orang telah ditahan sejak kudeta Aung San Suu Kyi, 1 Februari 2021.
Aung San Suu Kyi sendiri hingga kini belum muncul ke publik.