Pidato Pertama Raisi setelah Terpilih Jadi Presiden Iran: Janji akan Kembalikan Kesepakatan Nuklir
Dalam pidatonya, Raisi berjanji akan mengembalikkan kesepakatan nuklir 2015 namun menolak untuk bernegosiasi atas masalah rudal balistik.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Namun, jumlah pemilih hanya di bawah 49%.
Jumlah itu merupakan rekor terendah untuk pemilihan presiden di negara itu sejak Revolusi Islam 1979.
Baca juga: Presiden China Xi Jinping Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Ebrahim Raisi Sebagai Presiden Iran
Baca juga: Ebrahim Raisi Terpilih jadi Presiden Iran, Ini Respons Para Pemimpin Dunia
Sebelum hari pemilu, muncul seruan boikot dari para pembangkang dan beberapa reformis.
Aksi itu merupakan respons dari diskualifikasinya beberapa kandidat presiden terkemuka yang bisa jadi membuat pemilu makin kompetitif.
Pada hari Senin, Raisi menggambarkan partisipasi Iran dalam pemilihan sebagai pesan "persatuan dan kohesi", dan tanda bahwa mereka terus "menjalani jalan" pendiri Republik Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Dia juga mengatakan para pemilih telah memberinya mandat untuk "memerangi korupsi, kemiskinan, dan diskriminasi".
Upaya Raisi untuk Kembali ke Kesepakatan Nuklir
Raisi mengatakan pendekatannya terhadap kebijakan luar negeri tidak akan dibatasi oleh kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan oleh Rouhani.
Di tangan Rouhani, negosiasi sebelumnya membuat Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi.
Baca juga: Sosok Ebrahim Raisi, Presiden Baru Iran, Dipandang Israel sebagai Ekstremis
Baca juga: PROFIL Ebrahim Raisi, Presiden Baru Iran, Seorang Hakim Agung, Dituduh Terlibat Eksekusi Massal 1988
Kini, Raisi mendesak AS untuk segera kembali ke kesepakatan dan mencabut semua sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Tetapi ketika ditanya apakah dia akan menemui Presiden Joe Biden jika ada kesempatan, dia menjawab: "Tidak."
Raisi juga menolak kemungkinan negosiasi mengenai program rudal balistik Iran dan kebijakan regionalnya, termasuk dukungannya terhadap kelompok bersenjata di beberapa negara, meskipun ada seruan oleh negara-negara Barat agar isu-isu itu menjadi bagian dari kesepakatan baru yang dicapai di Wina.
Pada hari Minggu (20/6/2021), kepala perunding nuklir Iran Abbas Araqchi mengatakan perwakilan di Wina "lebih dekat dari sebelumnya ke kesepakatan".
Tetapi ia menyebut menjembatani kesenjangan yang tersisa adalah "bukan pekerjaan mudah".