Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Media Jepang Ungkap Perubahan Kebijakan Indonesia Soal Pendanaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Beberapa media Jepang menuliskan mengenai perubahan kebijakan Indonesia mengenai pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung yang semula tidak ditanggung

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Media Jepang Ungkap Perubahan Kebijakan Indonesia Soal Pendanaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Richard Susilo
Shinkansen tipe E-7 Jepang yang pernah diusulkan Jepang untuk dipakai di Indonesia. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -  Beberapa media Jepang menuliskan mengenai perubahan kebijakan Indonesia mengenai pembiayaan kereta cepat Jakarta-Bandung yang semula tidak ditanggung pemerintah, oleh swasta saja menjadi ditanggung pemerintah Indonesia.

“Pada tanggal 6 Oktober, Presiden Joko Widodo mengumumkan revisi keputusan presiden yang akan memungkinkan investasi dana nasional atas rencana pembangunan kereta api berkecepatan tinggi di Indonesia di bawah kepemimpinan China,” tulus Nikkei Shimbun hari ini (13/10/2021).

Kesepakatan awal antara kedua pemerintah adalah  menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan dibebani dengan beban keuangan, tambahnya.

“Tetapi kurangnya penelitian bisnis sebelumnya mengungkapkan bahwa biaya melebihi harapan, memaksa perubahan kebijakan. Pemerintahan Jokowi juga memasukkan pinjaman pemerintah sebagai opsi. Pada awal September, presiden Perkeretaapian Nasional Indonesia mengatakan dalam kesaksian di parlemen, "Bisnis kereta api berkecepatan tinggi adalah  1,9 miliar dolar AS,” tulis Nikkei lagi.

Kemudian seorang profesor Homare Endo, Direktur, Global Research Institute on Chinese Issues, Profesor Emeritus, Universitas Tsukuba, mengungkapkan analisanya mengenai  perubahan kebijakan indonesia.

“Indonesia menolak Jepang dengan mengajukan syarat yang tidak mengharuskan pemerintah Indonesia menanggung beban keuangan atau utang penjaminan untuk pembangunan rel kecepatan tinggi. Ini adalah kondisi yang sulit dipahami oleh pemerintah Jepang, tetapi China memiliki strategi jangka panjang yang diperhitungkan dengan baik.”

BERITA REKOMENDASI

Profesor Endo juga menambahkan, “Sulit untuk memahami bahwa proyek tersebut dilakukan dalam bentuk proyek filantropi di mana beban keuangan negara mitra nol dan tidak diperlukan jaminan utang. Tapi Cina berbeda. Dia menawarkan kondisi yang tidak terpikirkan bahwa tidak akan ada pengeluaran oleh pemerintah Indonesia dan tidak ada jaminan utang. Jika itu benar-benar terjadi, tidak ada negara yang tidak bisa bergerak lebih jauh. Pemerintah Jepang menyesalkan bahwa hal itu "sulit dipahami", tetapi strategi diplomatik China "diperhitungkan". Pertama, pada 20 Oktober 2014, ketika Joko Widodo, menjadi presiden.”

Segera setelah menjabat, Presiden Joko Widodo mengumumkan pada 4 November  2014, bahwa ia akan "meninjau prioritas pembangunan infrastruktur untuk memprioritaskan pembangunan pelabuhan dan pengembangan lahan" sebagai bagian dari "konsep negara maritim." 

“Hal ini persis sama dengan inisiatif AIIB (Bank Investasi Infrastruktur Asia) dan Belt and Road (Jalan Sutra Darat dan Laut) yang ditetapkan oleh pemerintahan Xi Jinping. Jokowi menghadiri Pertemuan Puncak APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) yang diadakan di Beijing pada 9 November 2014, dan mengadakan pertemuan puncak. Presiden Joko Widodo langsung mengumumkan keikutsertaannya dalam AIIB. China adalah mitra dagang terbesar Indonesia."

Presiden Joko Widodo juga menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan Belt and Road Initiative. Pada 10 November, Presiden Joko juga bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Abe untuk menjanjikan kerja sama maritim, dan mengunjungi Jepang pada 22 Maret 2015 untuk membahas kerja sama ekonomi dan kerja sama keamanan, tetapi Xi Jinping menanggapi lain.

"Presiden Xi menandatangani kerja sama untuk proyek kereta cepat Indonesia. Pada akhir Maret 2015, Presiden Joko Widodo diundang ke Beijing untuk melakukan pertukaran "Memorandum Kerjasama (Kerjasama) Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung China-Indonesia" dengan Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara  Indonesia."


Selanjutnya, pada 22 April 2015, Presiden Xi Jinping sendiri berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Kali ini, Presiden Xi membahas dan bahkan menandatangani proyek kereta cepat Indonesia. Kedua belah pihak pertama-tama menyepakati prinsip-prinsip dasar berikut. 

● Pihak Tiongkok menginginkan lebih banyak perusahaan Tiongkok yang berbakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan pengoperasian infrastruktur Indonesia

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas