Kudeta di Sudan: Sedikitnya 7 Demonstran Tewas, 140 Lainnya Terluka
Sedikitnya 7 orang tewas dan 140 lainnya terluka dalam aksi unjuk rasa menentang pengambilalihan militer Sudan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ribuan orang turun ke jalan setelah militer Sudan merebut kekuasaan.
Sedikitnya tujuh orang tewas dan 140 lainnya terluka saat aksi unjuk rasa sebagai protes atas militer Sudan yang merebut kekuasaan dari pemerintah transisi.
Aksi unjuk rasa juga dipicu penangkapan Perdana Menteri sementara, Abdalla Hamdok, dan pejabat senior lainnya pada Senin (25/10/2021) pagi.
Mengutip Al Jazeera, ribuan orang bergabung di jalan-jalan di Khartoum dan Omdurman, dalam unjuk rasa menentang pengambilalihan militer.
Seorang pejabat kesehatan mengatakan sedikitnya tujuh orang tewas akibat tembakan.
Hamdok, seorang ekonom dan mantan pejabat senior PBB yang diangkat sebagai perdana menteri teknokratis pada 2019, dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan setelah ia menolak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung kudeta.
Baca juga: Upaya Kudeta di Sudan: Militer Tahan PM dan Pejabat, Internet Mati hingga Penerbangan Ditangguhkan
Baca juga: Ancaman Kudeta Militer di Sudan, Perdana Menteri dan Pejabat Ditahan hingga Koneksi Telepon Mati
Ribuan orang Sudan yang menentang pengambilalihan itu turun ke jalan dan dihujani tembakan di dekat markas militer di Khartoum.
Di Omdurman, pengunjuk rasa membarikade jalan-jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala dewan pemerintahan pembagian kekuasaan, menyatakan keadaan darurat di seluruh negeri dan mengatakan diperlukan angkatan bersenjata untuk menjamin keamanan.
Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Juli 2023 dan menyerahkannya kepada pemerintah sipil terpilih saat itu.
“Apa yang dialami negara saat ini merupakan ancaman dan bahaya nyata bagi impian para pemuda dan harapan bangsa,” kata Al-Burhan.
Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia pada Senin malam mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang situasi tersebut.
Mereka mengecam penangguhan lembaga-lembaga demokrasi dan menyerukan pembebasan mereka yang ditangkap.
"Tindakan militer merupakan pengkhianatan terhadap revolusi, transisi, dan permintaan sah rakyat Sudan untuk perdamaian, keadilan, dan pembangunan ekonomi," kata negara-negara yang disebut Troika.