Pengadilan Junta Myanmar akan Jatuhkan Vonis kepada Pemimpin yang Dikudeta Suu Kyi Bulan Depan
Pengadilan junta Myanmar akan menjatuhkan vonis kepada pemimpin yang dikudeta, Aung San Suu Kyi, pada 14 Desember 2021.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
Mereka memintanya untuk mengundurkan diri dengan alasan kesehatan yang buruk.
Baca juga: Indonesia dan AS Kompak Tuntut Militer Myanmar Segera Bebaskan Tahanan dan Pulihkan Demokrasi
Baca juga: Biden dan Jokowi Desak Militer Myanmar Bebaskan Tahanan Politik
Win Myint menolak permintaan tersebut dan mengatakan bahwa dia dalam keadaan sehat.
Pihak militer kemudian memperingatkan Win Myint bahwa dia bisa sangat dirugikan jika menolak permintaan para jenderal.
Namun, Win Myint tetap enggan meninggalkan jabatannya dan mengatakan bahwa dia lebih baik mati daripada menyetujuinya.
"Presiden menolak proposal mereka, dengan mengatakan dia dalam keadaan sehat," kata pengacara pembela Khin Maung Zaw.
"Para petugas memperingatkannya bahwa penolakan itu akan menyebabkan banyak kerugian, tetapi presiden mengatakan kepada mereka bahwa dia lebih baik mati daripada menyetujuinya," sambungnya.
Baca juga: Tidak Perlu Meninjau Kembali, Potong Saja ODA Jepang ke Myanmar
Baca juga: Minus Kehadiran Perwakilan Myanmar, Berikut Lima Hasil KTT ASEAN
Khin Maung Zaw menambahkan, Win Myint menentang klaim militer yang menyebut tidak ada kudeta yang terjadi dan bahwa kekuasaan secara sah dialihkan kepada para jenderal oleh seorang penjabat presiden.
Perebutan kekuasaan atau kudeta oleh militer Myanmar terjadi pada 1 Februari 2021.
Itu artinya junta telah menguasai Myanmar selama sembilan bulan.
Selama dikuasai junta, Myanmar telah terperosok dalam kekerasan dan kerusuhan sipil yang menyebabkan jatuhnya korban.
Menurut data terbaru yang dikumpulkan oleh pemantau hak, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), setidaknya ada 1.229 orang tewas sejak kudeta.
Lebih dari 9.500 orang penentang jubta, telah ditangkap.
Para pengunjuk rasa juga menghadapi pemukulan dan penangkapan, menurut laporan, setidaknya 131 orang meninggal setelah disiksa.
Kekerasan antara militer dan kelompok pemberontak etnis juga meletus, memaksa puluhan ribu orang mengungsi atau melintasi perbatasan ke Thailand.
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)