Cerita TKI di Hong Kong Ditelantarkan Majikan Karena Positif Covid-19, Alami Intimidasi Verbal
Para pekerja migran itu tak bisa pulang ke Indonesia karena dinyatakan positif Covid-19, namun mereka juga tak bisa memperpanjang visa bekerjanya.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terpapar Covid-19 di Hong Kong sedang mengalami dilema.
Sebagian besar mereka yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga itu dalam kondisi terkatung-katung.
Para pekerja migran itu tak bisa pulang ke Indonesia karena dinyatakan positif Covid-19, namun mereka juga tak bisa memperpanjang visa bekerjanya.
Alhasil, mereka kini dalam kondisi telantar.
Tak lagi 'diurus' oleh majikannya, namun mereka juga tak bisa melakukan isolasi mandiri (isoman) di fasilitas isolasi terpusat milik pemerintah karena penuh.
Hong Kong kini memang tengah 'dihajar' gelombang kelima Covid-19 dan galur Omicron.
Dikutip dari laman VOA News edisi Sabtu (19/2/2022), pada Kamis 17 Februari 2022 lalu kasus harian Covid-19 di Hong Kong mencapai rekor baru yakni 6.116.
Sedangkan kasus harian pada Sabtu lalu mencapai 6.063 dan 18 pasien meninggal dunia.
Baca juga: PRT Indonesia di Hong Kong Ditelantarkan Majikan Karena Positif Covid-19, Ini Upaya Pemerintah
Lonjakan kasus itu membuat fasilitas isolasi terpusat milik pemerintah Hong Kong menjadi penuh.
Maka, para pekerja migran itu terpaksa melakukan isoman di dalam tenda, dan bahkan ada yang tidur mengemper di taman.
Laman Hongkong FP mengabadikan momen sejumlah taman di Hong Kong dipenuhi tenda yang diisi pekerja migran.
Para pekerja migran itu tak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga dari Filipina dan beberapa negara lainnya.
Seorang pekerja migran asal Indonesia berinisial SY mengaku mengalami “intimidasi verbal” dari majikan setelah dia dinyatakan positif Covid-19.
Baca juga: Pekerja Rumah Tangga Asal Indonesia di Hong Kong Ditelantarkan karena Positif Covid-19
"Saya dituduh menulari nenek di keluarga itu, tanpa memikirkan kenapa saya bisa sampai tertular," kata wanita yang telah bekerja di Hong Kong selama 12 tahun itu.