Rusia Berhak Bangun Pangkalan Militer di 2 Wilayah Ukraina
Rusia berhak membangun pangkalan militer Ukraina berdasarkan perjanjian yang ditandatangi Presiden Vladimir Putin dengan para pemimpin separatis.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Putin mengatakannya dalam pidato yang disiarkan di televisi yang dikelola pemerintah, meskipun ada peringatan dari Barat tentang pernyataan itu dapat menyebabkan sanksi besar-besaran.
"Saya percaya perlu untuk mengambil keputusan yang lama tertunda, untuk segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," kata Putin.
Baca juga: Presiden Vladimir Putin Tempatkan Pasukan Rusia di Wilayah Separatis Ukraina
Putin juga menandatangani perjanjian bantuan timbal balik dengan para pemimpin pemberontak di Kremlin.
Selain itu, Rusia juga meminta negara-negara lain untuk "mengikuti" dalam mengakui republik separatis Ukraina Timur dan memerintahkan tentara Rusia untuk mengirim pasukan ke sana sebagai "penjaga perdamaian."
Donetsk dan Luhansk
Pengakuan kemerdekaan Putin atas daerah Donetsk dan Luhansk merupakan buntut panjang dari konflik Rusia dan Ukraina Timur pada 2014.
Dikutip dari CNN, perang pecah pada tahun 2014 setelah pemberontak yang didukung Rusia merebut gedung-gedung pemerintah di kota-kota di Ukraina timur.
Pertempuran sengit membuat bagian dari wilayah timur Luhansk dan Donetsk oblast di tangan separatis yang didukung Rusia.
Rusia juga mencaplok Krimea dari Ukraina pada tahun 2014 dalam sebuah langkah yang memicu kecaman global.
Baca juga: Hubungan dengan Rusia Memanas, 10 Maskapai Hentikan Penerbangan ke Ukraina
Daerah yang dikuasai separatis di Donbas dikenal sebagai Luhansk dan Republik Rakyat Donetsk.
Pemerintah Ukraina di Kyiv menegaskan kedua wilayah tersebut sebenarnya diduduki Rusia.
Republik yang dideklarasikan sendiri tidak diakui oleh pemerintah mana pun, selain Rusia.
Pemerintah Ukraina menolak untuk berbicara langsung dengan perwakilan republik separatis.
Perjanjian Minsk II tahun 2015 menyebabkan perjanjian gencatan senjata yang goyah.