Jika Rusia Membom Chernobyl, Debu Radioaktif Bakal Menutupi Ukraina, Belarus, dan Negara Uni Eropa
Pasukan Rusia telah merebut pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl, yang masih mengandung limbah nuklir dan dapat menimbulkan ancaman bagi
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Ia kemudian menjelaskan bahwa bahan bakar bekas atau unsur radioaktif yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, terus meluruh menjadi unsur yang lebih stabil, dan dengan demikian, terus melepaskan panas.
"Kekhawatiran paling serius adalah penyimpanan basah bahan bakar bekas, karena itu mungkin jumlah bahan radioaktif paling terkonsentrasi di lokasi. Umumnya, bahan bakar nuklir bekas masih memiliki panas peluruhan. Jadi jika disimpan di gudang basah, harus ada cara untuk menghilangkan panas itu," tegas Lyman.
Bahan bakar itu telah 'menjadi dingin' setidaknya selama beberapa dekade.
"Tapi tetap saja, jika ada gangguan pada pendinginan atau jika ada kebocoran kolam yang menyebabkan air mengalir, maka bahan bakar itu bisa memanas hingga titik di mana ia bisa terbakar. Itu mungkin jadi ancaman terbesar," jelas Lyman.
Namun, pembakaran seperti itu, kata dia, membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Kekhawatiran yang lebih baru melibatkan peningkatan level radiasi di sekitar fasilitas, kemungkinan besar akibat debu radioaktif yang terbawa oleh kendaraan militer.
Lyman menambahkan bahwa jenis debu dan dosis radiasi yang diukur menunjukkan bahwa ini mungkin tidak terlalu menjadi ancaman.
"Kalau resuspensi debu, ini umumnya barang yang tidak terlalu mobile, atau akan tertiup angin. Jadi mungkin partikel tanah yang lebih berat yang tidak menyebar terlalu jauh, itu mungkin lebih menyebabkan peningkatan sementara padangkat radiasi, dan data akan menunjukkan apakah itu benar? Bahkan peningkatan sementara seperti itu mungkin tidak berbahaya bagi kesehatan manusia," kata Lyman.
Baca juga: UPDATE Ukraina dan Rusia Siap Bertemu untuk Dialog Damai, Lokasinya Dekat Fasilitas Nuklir Chernobyl
Kendati demikian, Lyman menganggap peristiwa ini menunjukkan bahwa rencana PLTN perlu mempertimbangkan kemungkinan perang.
"Potensi pembangkit listrik tenaga nuklir untuk menjadi target pada masa perang adalah sesuatu yang benar-benar perlu dipertimbangkan. Terutama saat mereka berbicara tentang perluasan tenaga nuklir ke bagian dunia yang saat ini memiliki wilayah yang lebih tidak stabil," pungkas Lyman.