Ekonom AS Anggap Strategi Presiden Putin Gunakan Rubel Bisa Hancurkan Eropa
Jerman dan Prancis bersikukuh mengklaim kontrak pembelian gas dari Rusia ke negaranya harus menggunakan euro.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menegaskan, Rusia tidak akan memasok gas secara gratis jika Uni Eropa menolak membayar pembelian mereka dalam mata uang rubel.
Penegasan Moskow ini menjadi strategi penting Rusia melawan sanksi dan tekanan keras negara negara barat yang dipimpin AS.
Moskow sudah memutuskan penggunaan rubel dalam perdagangan energi Rusia.
"Negara-negara yang memberikan sanksi yang telah melanggar semua kontrak mereka dengan Rusia tidak memiliki hak untuk mengeluh,” kata Dr Paul Craig Roberts, ekonom AS dikutip Sputniknews.com, Senin (28/3/2022).
Baca juga: Putin Ingin Gas Alam Rusia Dibayar Pakai Rubel, Harga Gas Terkerek, Kanselir Jerman Menolak
Baca juga: Balas Sanksi Ekonomi, Putin: Negara yang Tak Bersahabat Harus Bayar Gas Rusia dalam Rubel
Baca juga: Parlemen Rusia Desak Putin Untuk Segera Jadikan Rubel Digital Sebagai Mata Uang Cadangan
“Jika negara-negara menolak untuk membayar, Putin harus segera mematikan ekspor energinya,” lanjut mantan Wakil Menteri Keuangan era Presiden Ronald Reagan itu.
“Memang, dia seharusnya melakukannya sebelum meluncurkan operasi militernya di Donbass. Tidak masuk akal bagi Rusia tetap menghidupkan ekonomi negara-negara yang mengirim senjata ke Nazi Ukraina, dan untuk membunuh orang Rusia," imbuhnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada 23 Maret 2022 memerintahkan Bank Sentral Rusia dan pemerintah mencari cara pembayaran rubel untuk ekspor gas alam Rusia oleh negara-negara yang ditetapkan sebagai "tidak ramah" oleh Moskow.
Daftar negara asing yang melakukan "tindakan tidak bersahabat" itu adalah mereka yang menjatuhkan sanksi dan penyitaan aset, terhadap Federasi Rusia, badan hukum Rusia, dan individu warga Negara Rusia.
Presiden Rusia menjelaskan setelah negara-negara barat "membekukan" aset dolar Rusia dan euro, menjadi jelas menyediakan barang-barang mereka ke Uni Eropa dan AS dan menerima pembayaran dalam dolar, euro, dan sejumlah mata uang lainnya, menjadi tidak masuk akal.
Perintah Putin yang tiba-tiba memicu kebingungan, penolakan, dan kejengkelan di antara negara-negara yang memberikan sanksi keras terhadap Rusia atas operasi khusus mendemiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina.
Jepang mengatakan "tidak yakin" bagaimana Rusia akan menangani pembayaran rubel yang diperlukan untuk energinya.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengklaim kontrak secara jelas menetapkan hidrokarbon Rusia harus dibayar dalam euro.
Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan langkah Rusia tidak sejalan dengan apa yang ditandatangani, dan ia tidak melihat mengapa Prancis akan menerapkannya.
Gazprom Siapkan Sistem Baru Pembelian Gas
Dmitry Peskov menambahkan, selama empat hari mendatang, perusahaan energi Rusia Gazprom diharapkan mengembangkan "sistem yang transparan dan dapat dipahami" baik dari segi teknis maupun logistik.
Setelah sistem dibuat, Gazprom akan memberi tahu pelanggannya tentang aturan baru, kata Peskov, seraya menambahkan Rusia tidak akan menyediakan energi secara gratis kepada negara-negara yang tidak bersahabat yang menolak membayar dalam rubel.
Pada hari yang sama Menteri Energi Jerman Robert Habeck mengatakan negara-negara G7 menolak permintaan Rusia mengenai pembayaran rubel untuk sumber daya energy.
Ia mengklaim G7 siap untuk "semua skenario" termasuk Moskow menangguhkan pasokan gas.
Portal berita dan isu militer Southfront.org, menyebut histeria para pemimpin barat atas transisi Rusia ke pembayaran rubel menunjukkan kepemimpinan barat masih tak dapat menerima kenyataan baru.
Hari ini, suara Washington, London, dan Brussel hanya dianggap sebagai cuitan yang mengganggu oleh Rusia, serta oleh sejumlah pusat politik dunia.
Awalnya, alasan seluruh konflik di Ukraina adalah upaya barat memecahkan masalah ekonominya dengan mengorbankan sumber daya Rusia.
Tapi ekonomi negara-negara barat perlahan tapi pasti bergerak menuju kehancuran. Salah satu dari sedikit jalan keluar adalah mendapatkan akses ke energi murah, sumber daya alam, dan bahan makanan dalam jumlah besar.
Ini hanya dapat dicapai dengan memecah belah Rusia menjadi beberapa bagian kecil yang berada dalam keadaan konflik permanen di bawah kendali barat.
Barat tanpa perhitungan masuk akal telah menghancurkan hampir semua sarana interaksi, dan terus menekan Moskow.
Dinamika perkembangan proses geopolitik dan geo-ekonomi kemungkinan besar akan mengarah pada konflik militer pan-Eropa di masa mendatang.
Dalam kasus terburuk mereka dapat menyebabkan perang nuklir global, jika terjadi kebuntuan yang bisa menghancurkan Eropa dan AS.(Tribunnews.com/Sputniknews/Southfront/xna)