Dibantu Rusia Lusinan Warga Sipil Loloskan Diri dari Azovstal yang Terkepung
Kelompok militan Azov dan pasukan Ukraina, menuntut agar mereka diizinkan pergi dari Azovstal atas bantuan pihak ketiga.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Pada 21 April, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengatakan kepada Presiden Vladimir Putin Mariupol sepenuhnya berada di bawah kendali Rusia kecuali pabrik Azovstal.
Presiden Putin kemudian membatalkan serangan yang semula disiapkan ke fasilitas tersebut, dan memberi kesempatan pasukan Ukraina yang tersisa agar menyerah.
Rusia menjamin siapa pun yang akan meletakkan senjata mereka hidup mereka, serta perlakuan yang layak di bawah semua norma internasional.
Moskow juga mengatakan pihaknya berusaha untuk mengatur koridor kemanusiaan bagi mereka yang bersedia keluar dari pabrik Azovstal beberapa kali sebelum 21 April tetapi upaya itu gagal.
Sebaliknya, militan Azov dan pasukan Ukraina, termasuk Volina menuntut mereka diizinkan pergi melalui bantuan "pihak ketiga".
Mereka tetap ingin menyimpan senjata pribadi mereka. Mereka juga menegaskan menyerah bukanlah suatu pilihan.
Pada 22 April, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan para pejuang Ukraina dan tentara bayaran asing hanya perlu mengibarkan bendera putih di sepanjang perbatasan Azovstal.
“Tawaran kemanusiaan oleh Rusia ini tetap berlaku 24/7,” tambahnya. Sekitar 2.000 pejuang Ukraina tetap berada di pabrik, menurut perkiraan kementerian.
Kiev masih menyatakan pasukan Ukraina akan dapat menyelamatkan pasukan yang bersembunyi di Mariupol jika dilengkapi dengan senjata yang cukup.
“Ada cara militer” untuk membuka blokir Mariupol,” kata Presiden Volodymyr Zelensky kepada media pada 21 April ketika dia meminta negara-negara barat untuk memasok Ukraina dengan lebih banyak alat berat.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk 2014.
Moskow memberi pengakuan atas Republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik secara paksa.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)