Rusia dan Myanmar yang Sama-sama 'Dikucilkan Dunia' akan Perkuat Kerja Sama Pertahanan
Rusia dan Myanmar, dua negara yang sama-sama "dikucilkan" di panggung dunia akan memperkuat kerja sama pertahanan militer mereka.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Pravitri Retno W
Salah satu dukungan paling penting adalah kepada angkatan udara rezim, yang komandannya juga merupakan bagian dari delegasi di Rusia.
Baca juga: Rusia akan Perdalam Kerja Sama Bidang Pertahanan dengan Myanmar
Warga Sipil Dipaksa Pergi
PBB mengatakan sekitar 700.000 orang telah dipaksa pergi dari rumah mereka sebagai akibat dari pertempuran sejak kudeta, dengan Min Aung Hlaing bersumpah untuk "memusnahkan" lawan militer.
Awal bulan ini, outlet media lokal The Irrawaddy melaporkan bahwa dua dari enam jet tempur Su-30 Rusia yang dijanjikan tiba secara diam-diam di Myanmar pada bulan Maret.
Pada hari Kamis, Radio Free Asia melaporkan helikopter militer melepaskan tembakan di kotapraja Tabayin di wilayah Sagaing, sebuah benteng Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF).
Sebanyak 4.000 warga sipil melarikan diri dari 15 desa akibat serangan itu.
Dalam sebuah laporan baru-baru ini, Amnesty International mengatakan mereka mendokumentasikan delapan serangan udara yang menargetkan desa-desa dan sebuah kamp untuk pengungsi internal antara Januari dan Maret tahun ini di negara bagian Kayah dan Karen, di mana kelompok-kelompok etnis bersenjata terkemuka beroperasi.
"Di hampir semua serangan yang didokumentasikan, hanya warga sipil yang tampaknya hadir," kata laporan itu.
Amnesty Internasional mengatakan militer telah menggunakan MiG-29 dan Yak-130 Rusia, serta F-7 dan K-8 China.
"Serangan udara tanpa pandang bulu adalah taktik utama junta tidak sah, karena melancarkan kampanye teror secara nasional," kata Khin Omar.
"Junta menggunakan jet tempur Rusia dan helikopter tempur untuk menyerang rakyat Myanmar dan menghancurkan seluruh komunitas," tambahnya, menuduh Rusia mengambil keuntungan dari kekejaman.
Baca juga: Aung San Suu Kyi, Pemimpin Myanmar yang Digulingkan, Dipindahkan ke Sel Isolasi Penjara Naypyidaw
Anthony Davis, seorang analis keamanan yang berbasis di Bangkok, mengatakan Rusia telah menjadi penerima manfaat utama dari upaya militer untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada China terutama dalam hal penjualan penerbangan militer.
Dia mengatakan pola diversifikasi ini dimulai lebih dari satu dekade lalu.
"Sejak kudeta, kecurigaan abadi atas ambisi China yang berkembang di Myanmar di eselon atas militer yang sekarang diperangi hanya menggarisbawahi manfaat, politik, militer dan ekonomi, dari hubungan yang lebih dekat dengan Rusia," katanya.