Menlu AS Antony Blinken Janjikan Perlindungan ke Filipina Jika Berkonflik dengan China
Menlu AS Antony Blinken menjanjikan perlindungan AS jika Filipina berkonflik dengan China. Kedua negara terikat perjanjian bersama 1951.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan sebuah pernyataan beberapa kapal militer China, pesawat terbang, dan pesawat tak berawak sedang mensimulasikan serangan ke pulau itu.
Militer China menggelar Latihan tempur besar-besaran bersamaan kedatangan Ketua DPR Nancy Pelosi di pulau itu pada 3 Agustus 2022.
Keehadiran Pelosi memantik kemarahan China, yang menganggap AS telah melanggar garis merah dan prinsip “Satu China”.
China menyatakan Taiwan bagian provinsi negara itu. Sebaliknya, Taiwan merasa menjadi wilayah yang bebas dan merdeka.
Latihan besar militer Beijing di front timur telah diselesaikan Minggu ini. Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) menembakkan rudal jelajah, mengerahkan jet siluman, dan kapal perang di latihan ini.
Penembakan roket dan rudal jelajah DF-17 diarahkan melintasi langit Pulau Taiwan. INi pertama kali terjadi sepanjang sejarah modern.
Petinggi militer Taiwan menyatakan, mereka mengerahkan jet untuk memperingatkan 20 kapal perang China yang berlayar mengarah ke Taiwan Sabtu. Ada 14 kapal yang melintasi garis median.
Ia juga mendeteksi 14 kapal perang China itu melakukan aktivitas di sekitar Selat Taiwan. Taiwan menyiagakan rudal anti-kapal berbasis pantai dan rudal permukaan-ke-udara Patriot.
Latihan militer China, yang berpusat di enam lokasi di sekitar pulau yang diklaim China sebagai miliknya, dimulai pada Kamis dan berlangsung hingga tengah Minggu.
Militer China mengatakan pada Sabtu, latihan di utara, barat daya dan timur Taiwan, memiliki fokus pada kemampuan serangan darat dan serangan laut.
AS Akan Latihan Perang di Himalaya
Perkembangan lain, AS menuduh latihan tempur besar-besaran oleh militer China itu sebagai eskalasi konflik.
“Kegiatan ini merupakan eskalasi signifikan dalam upaya China untuk mengubah status quo. Mereka provokatif, tidak bertanggung jawab dan meningkatkan risiko salah perhitungan," kata juru bicara Gedung Putih.
“Mereka juga bertentangan dengan tujuan lama kami untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, yang diharapkan dunia,” imbuh Whasington.