Hanya 6 Minggu Jabat PM, Liz Truss Picu Kemarahan karena Diberi Tunjangan Rp 2 Miliar
Para pemimpin politik dan serikat pekerja di Inggris mendesak Liz Truss tidak mengklaim tunjangan mantan PM senilai hampir Rp 2 miliar.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
"Mereka akan terkejut melihat mantan perdana menteri yang akan segera mendapat penghargaan atas kegagalan bencana seperti itu. Dia harus melakukan hal yang benar dan menyerahkan uangnya," kata dia.
Steven Littlewood, asisten sekretaris jenderal FDA, menilai tunjangan sebesar Rp 2 miliar setahun untuk mantan PM yang hanya menjabat dalam waktu singkat itu bertentangan dengan pemotongan gaji terhadap para pegawai negeri di Inggris.
Pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer turut bergabung dengan seruan agar Liz Truss menolak tunjangan hingga £115.000 per tahun yang akan menjadi haknya sebagai mantan perdana menteri.
"Dia harus menolaknya. Saya pikir itu hal yang benar untuk dilakukan. Dia hanya menjabat selama 44 hari, dia tidak benar-benar berhak untuk itu, dia harus menolaknya dan tidak mengambilnya," katanya dalam acara Good Morning Britain ITV pada Jumat, (21/10/2022).
Senada dengan Keir Starmer, Pemimpin Demokrat Liberal, Ed Davey, juga menilai Truss tidak seharusnya menerima tunjangan tersebut.
Pengunduran Diri Liz Truss
Liz Truss mengundurkan diri sebagai perdana menteri di tengah krisis ekonomi dan politik yang berkecamuk di Inggris.
Dengan pengumumannya itu, Truss didapuk sebagai perdana menteri terpendek dalam sejarah Inggris.
Politisi Konservatif dan mantan Menteri Luar Negeri ini didesak mundur karena program ekonominya membuat pasar keuangan anjlok.
Kini, Partai Konservatif yang menjadi mayoritas di parlemen, harus mengadakan kontes pemilihan pemimpin baru hingga 28 Oktober 2022 mendatang.
Kontes ini kemungkinan akan diikuti mantan Menteri Keuangan Rishi Sunak melawan Penny Mordaunt.
Namun muncul kabar bahwa mantan PM Boris Johnson yang digulingkan pada Juni lalu, akan kembali mengajukan diri.
Pengganti Truss akan menjadi perdana menteri kelima Inggris dalam kurun waktu enam tahun.
Situasi politik di Inggris bergejolak sejak Brexit, yakni keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa pada tahun 2016.