Pertempuran antara Tentara Sudan dan RSF Berlanjut, meski Sepakat Perpanjang Gencatan Senjata
Tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter telah sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata, namun pertempuran masih berlanjut.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter telah sepakat untuk memperpanjang gencatan senjata mereka.
Meski demikian, pertempuran di ibu kota Khartoum dan wilayah Darfur barat masih berlangsung.
Dilansir Al Jazeera, menjelang berakhirnya gencatan yang disepakati selama tiga hari dari Selasa (25/4/2023) hingga Kamis (27/4/2023), tentara Sudan mengatakan akan memperpanjang gencatan senjata selama 72 jam.
Kesepakatan itu diperoleh dari upaya mediasi yang di tengahi oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS).
RSF juga mengatakan menyetujui perpanjangan gencatan senjata.
Kelompok paramiliter itu menambahkan bahwa proposal tersebut datang dari dua kelompok diplomatik yang mencakup AS, Arab Saudi, Norwegia, Inggris Raya, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Baca juga: Garuda Indonesia Operasikan Penerbangan Evakuasi 358 WNI dari Sudan
Meskipun ada jeda pertempuran sejak gencatan senjata 72 jam pertama dimulai, serangan udara dan tembakan anti-pesawat terdengar pada Kamis (27/4/2023) di ibu kota dan kota-kota terdekat Omdurman dan Bahri, kata saksi mata dan wartawan Reuters.
Pada Kamis (27/4/2023), pesawat-pesawat tempur berpatroli di pinggiran utara ibu kota saat para pejuang di darat saling melepaskan tembakan artileri dan senapan mesin berat, kata saksi mata kepada kantor berita AFP.
Gencatan senjata sebelumnya tidak menghentikan pertempuran tetapi menciptakan jeda yang cukup bagi puluhan ribu orang Sudan untuk melarikan diri ke daerah yang lebih aman.
Situasi tersebut juga menciptakan kesepkatan berbagai negara untuk mengevakuasi ratusan warganya melalui darat dan laut.
Bersama-sama, tentara dan RSF menggulingkan pemerintah sipil dalam kudeta Oktober 2021.
Tentara mengklaim menguasai sebagian besar wilayah Sudan dan mengalahkan penyebaran besar RSF di Khartoum, di mana beberapa daerah pemukiman telah berubah menjadi zona perang.
Baca juga: Operasikan Penerbangan Evakuasi, Garuda Indonesia Angkut 385 WNI di Sudan
Gedung Putih mengatakan prihatin dengan pelanggaran gencatan senjata, menambahkan bahwa situasi dapat memburuk kapan saja dan mendesak warga AS untuk pergi dalam waktu 24 hingga 48 jam, lapor France24.
Hadapi kelangkaan makanan
Dikutip dari Reuters, konflik telah membatasi distribusi makanan di negara yang luas itu, yang terbesar ketiga di Afrika, di mana sepertiga dari 46 juta orang sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Pejabat tinggi bantuan PBB di Sudan, Abdou Dieng, mengatakan "sangat sedikit yang bisa dilakukan" dalam hal bantuan kemanusiaan.
"Kami sangat khawatir dengan pasokan makanan," kata Dieng kepada wartawan di New York melalui telepon dari Port Sudan di mana sebagian besar staf senior PBB telah dipindahkan.
Serikat Dokter Sudan juga mengatakan 60 dari 86 rumah sakit di zona konflik telah berhenti beroperasi.
Setidaknya 20.000 orang telah melarikan diri ke Chad, 4.000 ke Sudan Selatan, 3.500 ke Ethiopia dan 3.000 ke Republik Afrika Tengah, menurut PBB, yang telah memperingatkan sebanyak 270.000 orang dapat melarikan diri jika pertempuran berlanjut.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)