PBB Skeptis Soal Tawaran Bantuan China untuk Akhiri Konflik Rusia-Ukraina
Awal tahun ini, China meluncurkan peta jalan (road map) perdamaian berisi 12 poin yang dirancang untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa tawaran untuk menengahi konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina sepertinya tidak akan membuahkan hasil saat ini.
Hal itu karena kedua belah pihak tampaknya 'terlibat penuh' dalam melanjutkan perang.
"Negosiasi perdamaian tidak mungkin dilakukan saat ini," kata Guterres.
Baca juga: Ukraina Ejek Rusia di Hari Kemenangan: Cuma Pamer 1 Tank T-34 di Parade Militer
Ditanya apakah prakarsa perdamaian yang diajukan oleh China dan Brasil, 'ditakdirkan untuk gagal', ia menyampaikan kedua belah pihak yang berkonflik tampaknya terlalu bertekad untuk melanjutkan permusuhan agar tawaran mediasi berhasil.
"Saya sudah mengatakan bahwa negosiasi perdamaian saat ini tidak akan terjadi. Saya berharap di masa depan, ya. Ada pembicaraan tentang serangan Rusia di musim dingin dan serangan Ukraina di musim semi. Jelas bahwa semua pihak terlibat penuh dalam perang," tegas Guterres.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (10/5/2023), prediksi suram itu muncul di tengah meningkatnya pertempuran, dengan Rusia dan Ukraina meningkatkan serangan jarak jauh satu sama lain dalam beberapa hari terakhir.
Sebagai informasi, peningkatan aktivitas militer terjadi di tengah serangan balasan oleh pasukan Ukraina yang berulang kali disemangati oleh para pejabat tinggi negara itu.
Baca juga: Bos Wagner Sebut Pasukan Rusia Meninggalkan Posisi di Dekat Bakhmut
Awal tahun ini, China meluncurkan peta jalan (road map) perdamaian berisi 12 poin yang dirancang untuk mengakhiri konflik yang telah berkecamuk sejak Februari 2022.
Inisiatif tersebut mendapatkan sambutan positif di Rusia, dengan kepemimpinan puncak Rusia menandakan kesiapannya untuk membahas lebih lanjut.
Namun, peta jalan itu diterima secara buruk oleh Ukraina dan para pendukung Baratnya yang menuduh China memihak Rusia.
Oleh karena itu, China dianggap tidak memiliki suara tentang potensi pembicaraan damai.
Brasil juga secara aktif mendorong Rusia dan Ukraina ntuk berunding, dengan negara tersebut mengambil sikap netral terhadap konflik tersebut.
Presiden Brasil Lula da Silva mengutuk operasi militer Rusia dan kolektif Barat karena 'mendorong perang'.
Ia pun mendesak mereka untuk berhenti mempersenjatai Ukraina dan mendorong gencatan senjata sebagai gantinya.
Baca juga: Pidato Vladimir Putin di Hari Kemenangan: Perang Nyata Sekali Lagi Diluncurkan terhadap Rusia
"Tidak ada gunanya sekarang mengatakan siapa yang benar, siapa yang salah. Apa yang harus kita lakukan saat ini adalah menghentikan perang," kata Lula pada akhir April lalu, mengklaim bahwa 'tidak ada seorang pun di dunia yang berbicara tentang perdamaian, kecuali saya'.