Jaksa Agung New York Sebut Donald Trump Melebihkan Jumlah Kekayaannya
Keuangan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menjadi daya tarik publik, sejak ia memasuki dunia politik kepresidenan pada 2015.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Keuangan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menjadi daya tarik publik, sejak ia memasuki dunia politik kepresidenan pada 2015.
Jaksa Agung negara bagian New York, Letitia James mengatakan Trump telah melebih-lebihkan kekayaan bersihnya sebanyak $3,6 miliar antara tahun 2011 dan 2021.
Klaim tersebut tertuang dalam pengajuan pengadilan yang pertama kali dilaporkan oleh CNBC pada hari Jumat (8/9/2023).
Dalam pengajuan baru, CNBC mengatakan, Jaksa Agung Letitia James mengaku "masih memperkirakan berapa banyak kekayaan bersih Trump yang dilebih-lebihkan dalam laporan keuangan tahunan".
Baca juga: Eks Ajudan Donald Trump Divonis Bersalah atas 2 Tuduhan Penghinaan Terhadap Kongres
Dikutip CBS News, dalam gugatan penipuan perdata, James menggugat Trump, putra-putranya yang sudah dewasa, Donald Trump Jr dan Eric Trump, serta Trump Organization sebesar $250 juta.
Negara bagian New York juga mengupayakan hukuman profesional yang ketat.
Putri tertua Trump, Ivanka Trump, tidak diikutsertakan dalam gugatan tahun ini, ABC News melaporkan.
Meski Trump tersandung banyak kasus hukum, ia merupakan kandidat terdepan untuk nominasi presiden dari Partai Republik.
Baca juga: Populer Internasional: Putin Dukung Donald Trump di Pilpres 2024 - Mengenal Amunisi Depleted Uranium
Eks Ajudan Donald Trump Divonis Bersalah
Dalam kasus hukum yang menjerat lingkaran pendukung Trump, mantan Penasihat Perdagangan Gedung Putih di masa jabatan mantan Presiden, Peter Navarro divonis bersalah atas dua tuduhan penghinaan terhadap Kongres.
Akibat kasus kriminal tersebut, Peter Navarro menghadapi hukuman satu tahun penjara, lapor CNBC.
Hakim Pengadilan Distrik AS Amit Mehta menjadwalkan hukumannya pada 12 Januari 2024 mendatang.
“Peter Navarro memilih untuk tidak memenuhi panggilan pengadilan Kongres," kata Asisten Jaksa AS Elizabeth Aloi kepada juri dalam argumen penutup di Washington, DC.
“Kita adalah negara hukum dan sistem kita tidak akan berfungsi jika masyarakat menganggap mereka berada di atas hukum,” kata Aloi.
“Jika orang-orang seperti terdakwa dapat memilih untuk mengabaikan panggilan pengadilan dari pemerintah, maka tugas pemerintah untuk melayani rakyatnya tidak dapat diselesaikan," ucapnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)