Kisah Relawan Indonesia di Gaza: Sehari Makan Sekali, Putuskan Tak Mau Dievakuasi
November ini mestinya para petani di jalur Gaza, Palestina, mestinya panen strawberi.
Editor: Hendra Gunawan
Pada awal blokade total dan serangan Israel terhadap Gaza, relawan MER-C akan keluar mencari perbekalan di ambulans, yang disediakan oleh rumah sakit, yang dianggap lebih aman dibandingkan kendaraan sipil.
Sekarang pertempuran telah terjadi begitu dekat dengan rumah sakit sehingga terlalu berbahaya untuk keluar rumah.
Haq mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia merasa sangat terguncang akhir-akhir ini, setelah melakukan perjalanan sekitar dua minggu lalu untuk mendapatkan pasokan medis untuk rumah sakit dari rumah-rumah warga sipil di sekitar distrik Al-Jalaa, di mana dia mengira dia mungkin akan meninggal.
Dia dan relawan lain dari Indonesia hanya berjarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ketika bom mulai berjatuhan sekitar 200 meter (218 yard) jauhnya.
“Saya merasa paling takut dan pasrah dengan nasib saya saat itu, karena kami berada di gedung milik penduduk setempat dan, seperti yang kami tahu, militer Israel menghancurkan rumah-rumah warga sipil,” ujarnya.
“Tidak ada jaminan keselamatan kami. Hal ini membuat saya merasakan ketakutan yang luar biasa, namun berkat kasih karunia Tuhan, kami terlindungi.”
Sebagai hasil dari perjalanan tersebut, Haq dapat menemukan beberapa perlengkapan medis untuk rumah sakit dan membagikan paket makanan kepada staf medis.
Namun sejak serangan peluru dan rudal Israel yang hampir mengenai sasaran tersebut, dia dan para relawan lainnya tetap tinggal di halaman rumah sakit dan tidur di ruang dokter.
“Trauma yang kami alami sangat besar, tetapi jika kami tetap berada di rumah sakit, saya merasa aman karena militer Israel belum menyerang rumah sakit secara langsung,” ujarnya.
“Area di sekitar rumah sakit terus-menerus dibombardir dan ketika itu terjadi, saya merasakan ketakutan yang sangat manusiawi,” tambahnya.
Dalam sepekan terakhir, kawasan di sekitar RS Indonesia dan rumah sakit lain di Jalur Gaza menjadi sasaran intensifikasi bombardir Israel.
Tank-tank Israel mendekat, mengepung fasilitas medis tempat puluhan ribu pengungsi Palestina mencari perlindungan ketika pemboman Israel meratakan seluruh lingkungan di Gaza. Lebih dari 11.000 orang kini telah terbunuh di wilayah tersebut.
Haq menceritakan lokasi pengeboman Israel yang begitu dekat hingga membuat gedung rumah sakit berguncang dan sebagian atapnya sudah ambruk.
“Biasanya kalau ada pengeboman, gedung RS bergoyang, tapi pada 9 November, RS terasa seperti terangkat dari fondasinya,” ujarnya.