Hamas Klaim Sistem Terowongannya Tahan Banjir, Dibangun oleh Insinyur Terlatih dan Terdidik
Hamas sudah terlebih dahulu membuat perencanaan sebelum Israel berniat membanjiri terowongannya dengan air laut.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Hamas mengklaim sistem terowongannya dirancang tahan banjir, i24news.tv melaporkan.
“Terowongan tersebut dibangun oleh para insinyur terlatih dan terdidik yang mempertimbangkan semua kemungkinan serangan dari pihak pendudukan, termasuk pemompaan air,” ujar juru bicara Hamas Osama Hamdan, saat konferensi pers di ibu kota Lebanon, Beirut pada hari Kamis (14/12/2023).
Pernyataan itu muncul ketika Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan mulai memompa air ke sistem terowongan Jalur Gaza.
Israel dikatakan telah memasang setidaknya lima pompa sekitar satu mil dari kamp pengungsi Al-Shati di utara wilayah pesisir yang dapat mengalirkan ribuan meter kubik air per jam, membanjiri terowongan sepanjang 300 mil.
Kepala staf IDF Letjen Herzi Halevi mengatakan pada konferensi pers bahwa penggunaan pompa air untuk membuat terowongan tidak dapat dioperasikan adalah ‘ide yang bagus’.
Dampak Membanjiri Terowongan Gaza dengan Air Laut, Rusak Pasokan Air hingga Pertanian
Baca juga: Israel Mau Bangun Tembok Anti-Terowongan di Perbatasan Mesir-Gaza
Dilaporkan sebelumnya, militer Israel mulai memompa air laut ke dalam terowongan yang diduga digunakan oleh Hamas di Gaza, menurut sebuah laporan di Wall Street Journal (WSJ) pada hari Rabu (13/12/2023).
Para peneliti yang mengkhususkan diri dalam bidang air, diplomasi dan konflik, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa banjir akan berdampak buruk terhadap ekologi, termasuk pencemaran pasokan air di Gaza dan kerusakan pada tanaman pangan.
Dampaknya juga bisa menjadi pelanggaran hukum humaniter internasional, tambah salah satu ahli.
Israel belum secara resmi memberikan rincian mengenai rencana banjir tersebut, karena menganggap informasi tersebut bersifat rahasia.
Oleh karena itu, durasi dan intensitas membanjiri terowongan, tidak diketahui.
“Meskipun cakupan dan besaran dampak secara keseluruhan masih belum jelas, kita dapat memperkirakan bahwa setidaknya sebagian air laut akan merembes ke dalam tanah dari terowongan, terutama di daerah yang sebelumnya terowongannya telah rusak,” ujar Juliane Schillinger, peneliti di University of Twente di Belanda, kepada MEE.
Schillinger, yang berspesialisasi dalam interaksi antara konflik dan pengelolaan air, mengatakan rembesan akan menyebabkan polusi pada tanah dan air tanah dengan air laut.
“Penting untuk diingat bahwa kita tidak hanya berbicara tentang air dengan kandungan garam yang tinggi di sini."