Kaleidoskop 2023, From The River to The Red Sea, Bara Hamas ke Israel Bakar Hegemoni AS di Kawasan
petualangan luar negeri Washington penuh dengan konsekuensi yang tidak diinginkan yang memperkuat musuh-musuhnya. Hegomoni AS terancam.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Artinya, inisiatif AS membentuk kekuatan angkatan laut internasional untuk perlindungan navigasi Laut Merah hanya dapat dipahami dalam konteks dukungan tanpa syarat AS terhadap Israel.
"Ketika Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan mengumumkan diskusi pada tanggal 4 Desember tentang pembentukan gugus tugas angkatan laut, Tel Aviv segera meningkatkan ancaman pembalasan militer terhadap Yaman karena menghalangi kapal-kapal Israel dan kapal-kapal yang terkait dengan kepentingan Israel di Bab al-Mandab,".
AS Mencari Peran yang Lebih Besar di Laut Merah
Daripada mengindahkan peringatan berulang kali dari pemimpin Ansarallah Abdulmalik al-Houthi kepada Washington untuk menghentikan dukungan bagi perang Israel di Gaza setelah operasi Banjir Al-Aqsa, pemerintahan Biden tampaknya menutup mata.
Alih-alih menekan Tel Aviv untuk mencegah eskalasi regional, Washington justru membuka jembatan senjata udara ke Israel yang jauh melebihi pasokan senjatanya ke Ukraina pada periode yang sama.
Baca juga: WRSA-I, Gudang Senjata AS di Israel yang Bisa Dipakai Sesuka Hati dan Bayar Belakangan
AS bahkan telah memperluas penempatan militernya di wilayah tersebut, dan secara langsung mencegat rudal dan drone Yaman yang menargetkan kota Umm al-Rashrash (Kota Eilat) di Israel selatan.
"Meskipun terjadi pembantaian yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap warga sipil Gaza selama dua bulan yang telah membalikkan opini global terhadap Tel Aviv, AS tampaknya tidak mau menghadapi keputusan Israel untuk melancarkan perang yang berlarut-larut. Fokus Gedung Putih justru tertuju pada perlindungan kepentingan komersial Israel di Laut Merah, dan AS jadi aktor utama dalam pembentukan satuan tugas angkatan laut yang sangat kontroversial di Asia Barat," tulis Khalil Harb.
Awal bulan ini, setelah aksi militer Yaman untuk menghentikan pelayaran terkait Israel mendapatkan momentum, Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi menyatakan kalau “Jika dunia tidak mengambil tindakan, kami akan mengambil tindakan.”
Hal ini menyusul diskusi Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dengan Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman mengenai “ancaman Houthi terhadap kebebasan navigasi di Laut Merah,”.
Sullivan memperjelas keadaan ketika dia mengumumkan pembicaraan yang sedang berlangsung untuk membentuk “semacam gugus tugas” maritim untuk memastikan lalu lintas yang aman bagi kapal-kapal di jalur air tersebut.
Ungkapan “semacam” kekuatan menunjukkan kalau Washington tidak bermaksud membatasi diri pada apa yang disebut “Satuan Tugas Gabungan 153 (CTF 153)” yang dibentuk dua tahun lalu untuk “memerangi aktivitas teroris dan penyelundupan” di Laut Merah dan Teluk Aden.
Satgas Gabungan 153 saat itu mencakup 15 negara, termasuk Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, dan Yordania, namun tidak termasuk Israel.
"Faktanya, ‘gugus tugas’ baru ini semakin terlihat seperti langkah Amerika untuk menghadapi Yaman secara lebih langsung, setelah perang delapan tahun yang gagal dimenangkan oleh sekutu Saudi dan Uni Emirat Arab. Hal ini juga merupakan kesempatan untuk memaksakan integrasi regional Israel di negara-negara Asia Barat, dengan melibatkan Tel Aviv dalam misi militer dengan kekuatan yang lebih luas, persenjataan yang lebih besar, dan bersifat multinasional," kata Harb.
Tantangan Ansarallah untuk CTF 153
Niat Washington sudah jelas, setidaknya sejak Februari 2022, ketika AS mengawasi latihan militer angkatan laut yang diikuti 60 negara, termasuk Israel – pertama kalinya negara pendudukan tersebut berpartisipasi dalam latihan bersama negara-negara Arab yang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan negara tersebut.
"Combined Task Force (CTF) 153 adalah kekuatan keempat dari jenisnya dalam kerangka "Combined Maritime Force" (CMF), sebuah aliansi pasukan multinasional dari 39 negara yang didirikan pada tahun 2002 di bawah komando Armada Kelima di Bahrain, yang konon untuk memerangi aktivitas dari aktor ilegal dan terorisme internasional di laut.