Tolak Tawaran Perang, 30.0000 Warga Pilih Kabur Tinggalkan Israel
Data dari Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel yang menunjukan hampir setengah juta warga Israel meninggalkan negaranya sejak 7 Oktober.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Sebanyak 30.000 warga Israel dilaporkan memenuhi Bandara Ben Gurion untuk berebut penerbangan demi bisa meninggalkan ibu kota Tel Aviv, di tengah memanasnya perang antara Israel dan Hamas.
Informasi tersebut diketahui publik lewat laporan yang dirilis dari The Times of Israel yang menyebut bahwa sekitar 30.000 orang pada akhir pekan kemarin memadati Bandara Ben Gurion agar dapat kabur meninggalkan Israel.
Sejauh ini belum diketahui destinasi terbesar dari lonjakan yang terjadi di bandara Ben Gurion. Namun alasan dari kaburnya puluhan ribu warga Israel itu agar mereka bisa melarikan diri dari tugas dinas cadangan (reserve duty) untuk mengisi kekosongan personil di jalur Gaza.
Baca juga: Diklaim Telah Ditumpas Habis oleh Israel, Nyatanya Hamas Comeback, Kembali Berkuasa di Gaza Utara
Sebelum perang pecah pada 7 Oktober 2023, Bandara Ben Gurion rata-rata hanya melayani 500 penerbangan per setiap harinya, namun setelah agresi memanas bandara Ben Gurion mulai dibanjiri warga Israel yang ingin meninggalkan negaranya agar tak ditugaskan perang.
Data dari Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel yang menunjukan hampir setengah juta warga Israel meninggalkan negaranya sejak 7 Oktober.
Bahkan sebanyak 470.000 warga Israel juga dilaporkan pergi ke luar negeri tanpa ada kepastian apakah mereka akan kembali atau tidak.
Sejak saat itu pemerintah menaikan premi asuransi hingga sejumlah maskapai menghentikan layanannya di sejumlah bandara di Israel. Kecuali maskapai El Al, Arkia, dan Israir yang telah diasuransikan oleh Inbal Insurance Co. yang dimiliki oleh pemerintah.
Masalah ini membuat bandara Ben hanya dapat melayani 100 penerbangan per hari, dan berdampak pada amblasnya sektor pariwisata asing maupun domestik di Israel.
“Perang tidak hanya tragis, tapi juga mahal. Dampaknya terhadap pariwisata, misalnya, sangat nyata dan tidak bisa diabaikan,” jelas kolumnis teknologi dan penasihat startup yang berbasis di Beit Shemesh, Israel, Hillel Fuld.
Baca juga: Populer Internasional: Hamas Kerahkan Polisi di Gaza - Inggris Ingin Kirim Tentara NATO ke Ukraina
Namun memasuki awal tahun 2024, beberapa maskapai mulai melanjutkan operasi penerbangan dari Israel meski premi masih dipatok mahal. Adapun daftar maskapai tersebut diantaranya Air Seychelles (Mahe), Air Europa (Madrid), Azerbaijan Airlines (Baku), dan Georgian Airways (Tbilisi).
Situasi ini yang dimanfaatkan warga Israel untuk dapat keluar dari negaranya guna mencari perlindungan di tengah pertempuran perang yang sengit.