Israel Kerahkan Teknologi Militer Berkemampuan AI Pertama Kalinya di Gaza, Tentara Buta Jadi Sniper
Aksi Israel ini meningkatkan kekhawatiran tentang penggunaan senjata otonom (operasi otomatis dalam kendali jarak jauh) dalam peperangan modern.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Respons militer Israel telah menewaskan hampir 28.000 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan Palestina.
Seperti banyak konflik modern lainnya, perang ini dipicu oleh berkembangnya kendaraan udara tak berawak (UAV) yang murah, juga dikenal sebagai drone, yang membuat serangan dari udara menjadi lebih mudah dan murah.
Hamas menggunakannya untuk menjatuhkan bahan peledak pada tanggal 7 Oktober, sementara Israel telah beralih ke teknologi baru untuk menembak jatuh bahan peledak tersebut.
Pertama, tentara IDF telah menggunakan penglihatan optik berkemampuan AI, yang dibuat oleh startup Israel Smart Shooter, yang dipasang pada senjata seperti senapan dan senapan mesin.
“Ini membantu tentara kami untuk mencegat drone karena Hamas menggunakan banyak drone,” kata pejabat senior pertahanan tersebut.
“Hal ini membuat setiap prajurit biasa – bahkan prajurit buta – menjadi penembak jitu,” tambah dia.
Sistem lain untuk menetralisir drone melibatkan penempatan drone dengan jaring yang dapat dilempar ke sekitar drone musuh untuk menetralisirnya.
“Ini adalah drone versus drone – kami menyebutnya Angry Birds,” kata pejabat itu.
Terowongan Hamas
Salah satu janji Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk "menghancurkan" Hamas adalah dengan cepat memetakan jaringan terowongan bawah tanah di mana menurut Israel para pejuang kelompok itu bersembunyi dan menyandera.
Jaringan tersebut sangat luas sehingga tentara menjulukinya sebagai "Metro Gaza" dan sebuah studi baru-baru ini oleh akademi militer AS West Point mengatakan terdapat 1.300 terowongan yang membentang sepanjang 500 kilometer (310 mil).
Untuk memetakan terowongan, tentara telah beralih ke drone yang menggunakan AI untuk belajar mendeteksi manusia dan dapat beroperasi di bawah tanah, termasuk yang dibuat oleh startup Israel, Robotican, yang membungkus drone di dalam wadah robot.
Alat ini digunakan di Gaza “untuk masuk ke dalam terowongan dan melihat sejauh mana komunikasi memungkinkan Anda,” kata pejabat senior pertahanan Israel.
"Sebelum perang, teknologi tersebut tidak mengizinkan drone beroperasi di bawah tanah karena adanya masalah pengiriman gambar ke permukaan," tambah pejabat tersebut.
Konflik tersebut telah menimbulkan kekhawatiran mengenai hak asasi manusia namun juga mengukuhkan status Israel sebagai produsen sistem pertahanan mutakhir yang terkemuka di dunia.