3 Ekstremis Israel Dijatuhi Sanksi oleh AS, Usir Petani Palestina dari Tanah di Tepi Barat
AS menjatuhkan sanksi pada tiga ekstremis Israel di Tepi Barat yang diduduki karena telah mengusir hingga melakukan kekerasan pada petani Palestina.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
Menanggapi sanksi itu, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan sanksi tersebut sengaja dijatuhkan untuk menodai Israel.
Tak hanya itu, Smotrich juga menilai sikap AS tersebut untuk mendukung berdirinya negara Palestina.
"Itu adalah bagian dari kampanye yang dirancang untuk menodai Israel dan mengarah pada pembongkaran perusahaan pemukiman dan pembentukan negara Palestina," ujarnya.
Sanksi ini menjadi tanda contoh pertama AS menerapkannya terhadap seluruh pemukiman, dibandingkan menargetkan pemukim secara individu.
Keputusan itu diduga sejalan dengan meningkatnya tekanan pemerintahan Joe Biden terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu mengenai berbagai masalah, termasuk meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina dan serangan yang sedang berlangsung di Gaza.
Diketahui, sanksi itu dijatuhkan usai pekan lalu Dewan Perencanaan Tertinggi Israel menyetujui pada pekan lalu, mengenai pembangunan 3.500 unit di pemukiman khusus Yahudi di Ma'ale Adumim, Efrat, dan Kedar di Tepi Barat yang diduduki.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan bulan lalu, pemukiman khusus Yahudi di Tepi Barat bertentangan dengan hukum internasional.
Baca juga: Senat AS Serukan Pemilu Segera di Israel untuk Gantikan Netanyahu yang Disebut Mulai Membangkang
"Pemerintahan kami tetap menentang perluasan pemukiman. Dan menurut penilaian kami, hal ini hanya melemahkan keamanaan Israel," katanya saat konferensi pers di Argentina.
Ketegangan di Tepi Barat telah meningkat sejak Israel terus menyerang Gaza tanpa henti pada 7 Oktober 2023, usai Hamas menggelar Operasi Banjir Al-Aqsa.
Setidaknya 433 warga Palestina di Tepi Barat telah terbunuh dan lebih dari 4.700 lainnya terluka akibat tembakan tentara Israel, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)