Iran Mulai Prosesi Pemakaman Presiden Raisi dan Lainnya yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter
Ribuan pelayat berkumpul untuk prosesi pemakaman pertama Selasa pagi di Tabriz, kota besar terdekat dengan lokasi kecelakaan hari Minggu.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Bobby Wiratama
Pemimpin Tertinggi juga merupakan kepala negara dan panglima tertinggi Iran.
Hanya laki-laki yang diperbolehkan untuk dipertimbangkan mengisi jabatan ini.
Berdasarkan jenis hukum Islam yang diterapkan di Iran, jabatan Pemimpin Tertinggi tersebut harus diberikan kepada teolog Syiah tingkat tinggi yang setidaknya harus bergelar Ayatollah, walaupun masih diperdebatkan apakah Khamenei sendiri pernah mencapai tingkat tersebut.
Sementara itu, presiden di Iran adalah kepala cabang eksekutif negara tersebut.
Presiden Iran dipilih melalui proses pemilu yang diawasi ketat setiap empat tahun.
Presiden mengendalikan pemerintahan.
Bergantung pada latar belakang dan kekuatan politik orang tersebut, presiden dapat mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan negara dan perekonomian.
Siapa yang selanjutnya menjadi Pemimpin Tertinggi Iran?
Masih mengutip Time, dalam struktur politik Iran yang rumit, hampir tidak ada ruang resmi atau publik di mana pertanyaan tentang pengganti Khamenei didiskusikan secara terbuka.
Namun para analis, pejabat, dan akademisi yang dekat dengan kalangan politik selama beberapa waktu menyebut putra Khamenei, Mojtaba, sebagai kandidat utama.
Kematian Raisi berarti Mojtaba sekarang terlihat memiliki jalur yang jelas menuju jabatan puncak.
Tapi itu juga merupakan penunjukan yang berisiko.
Baca juga: Satu Hal yang Ditakutkan AS setelah Kematian Presiden Iran, Apakah Ini Awal Mula Perang Dunia III?
Iran memiliki warisan yang penuh dengan konsep "pemerintahan yang diwariskan."
Para pemimpin Revolusi Islam tahun 1979 dengan keras menentang sistem apa pun yang menyerupai monarki, yang mereka gulingkan.
Popularitas Mojtaba juga belum pernah teruji karena ia tidak memegang jabatan apa pun di pemerintahan dan jarang terlihat di depan umum.
Pemimpin Tertinggi setidaknya harus terlihat mendapat dukungan otentik dari massa yang mendukung sistem keagamaan saat ini jika ingin memiliki legitimasi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)