Lagi, Dua Negara di Eropa Bulan Depan Susul Spanyol, Norwegia, dan Irlandia Akui Negara Palestina
Terindikasi, dua negara berikutnya dari Eropa, Slovenia dan Belgia segera menyusul negara-negara yang sudah lebih dulu mengakui Negara Palestina.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Inggris juga tampaknya mempertimbangkan hal serupa, walaupun sama seperti AS, negara tersebut kerap menentang pengakuan semacam ini di masa lalu.
"Apa yang perlu kita lakukan adalah memberikan cakrawala kepada rakyat Palestina menuju masa depan yang lebih baik, masa depan untuk memiliki negara sendiri,” kata Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron pada bulan Februari.
Meski begitu, pernyataan-pernyataan dari AS dan Inggris ini menurut para ahli perlu direspons dengan kehati-hatian.
Mereka mengindikasikan, pernyataan-pernyataan tersebut kemungkinan besar dibocorkan secara sengaja atau dalam kasus Inggris, secara terbuka disuarakan guna memberikan tekanan kepada pemerintah Israel, yang tampaknya tidak terpengaruh dengan ketidaknyamanan dari sekutunya terkait strategi perangnya di Gaza.
Saat dimintai klarifikasi, juru bicara pemerinah AS mengatakan kebijakan di Washington belum berubah untuk saat ini.
Mengapa gagasan pengakuan negara Palestina kontroversial?
Bagi banyak negara Barat, gagasan terkait perubahan status Palestina seharusnya terjadi di akhir perundingan tentang apa yang dikenal sebagai solusi dua negara, di mana negara Israel dan negara Palestina eksis berdampingan.
Inilah sebabnya, mengapa pernyataan dan rumor terkait pengakuan negara Palestina baru-baru ini menimbulkan begitu banyak perdebatan.
Ada yang mengatakan, pengakuan negara Palestina akan menjadi langkah pertama menuju sebuah solusi abadi dan damai terhadap konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Namun ada pula yang mengatakan, kecuali situasi di lapangan berubah, pengakuan tersebut tidak akan ada artinya dan hanya akan menutupi status quo, sehingga negara Israel tetap memiliki kekuasaan penuh.
Apa keuntungannya bagi Palestina?
Jika pengakuan diberikan, negara Palestina akan memiliki lebih banyak kekuatan politik, hukum, bahkan kekuatan simbolis.
Secara khusus, pendudukan Israel atau aneksasi wilayah Palestina akan menjadi masalah hukum yang lebih serius.
"Perubahan semacam itu akan menjadi landasan bagi perundingan status permanen antara Israel dan Palestina, bukan sebagai serangkaian konsesi antara penjajah dan yang dijajah, namun antara dua entitas yang setara di mata hukum internasional,” tulis Josh Paul di Los Angeles Times awal tahun ini.